Kamis, 24 April 2025

Facility Manager Wajib Baca! 5 Strategi Tingkatkan Skill dengan Growth Mindset



Kita, sebagai seorang Facility Manager (FM), akan selalu mendapatkan tantangan dalam mengelola fasilitas ditambah infrastruktur terus berkembang seiring dengan perubahan teknologi, regulasi, dan kebutuhan pengguna. 
Untuk tetap relevan dan efektif dalam peran ini, seorang FM harus mengadopsi **growth mindset**—keyakinan bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan melalui dedikasi, pembelajaran, dan pengalaman.  

Apa Itu Growth Mindset dan Mengapa Penting bagi Facility Manager?
Growth mindset, konsep yang dipopulerkan oleh Carol Dweck, adalah pola pikir yang percaya bahwa keterampilan dan kompetensi dapat ditingkatkan melalui usaha dan pembelajaran. 
Berbeda dengan **fixed mindset** yang menganggap kemampuan bersifat statis, growth mindset mendorong individu untuk melihat tantangan sebagai peluang berkembang.  

Bagi seorang Facility Manager, growth mindset sangat penting karena:  
1. Perubahan Teknologi yang Cepat. Dunia fasilitas manajemen kini melibatkan IoT, smart buildings, dan sistem otomatisasi. Tanpa kemauan belajar, kita sebagai FM akan tertinggal.  
2. Tuntutan Efisiensi dan Sustainability. Regulasi dan ekspektasi terkait green building serta efisiensi energi menuntut FM untuk terus memperbarui pengetahuannya.  
3. Manajemen Krisis dan Adaptabilitas. Pandemi COVID-19 membuktikan bahwa FM harus cepat beradaptasi dengan protokol kesehatan dan perubahan pola kerja (seperti hybrid working).  

5 Strategi Mengembangkan Growth Mindset sebagai Facility Manager

Berikut strategi yang perlu dilakukan oleh seorang Facility Manager agar dapat selalu berkembang menghadapi kemajuan jaman di dunia facility management:
1. Menerima Tantangan sebagai Peluang Belajar. Seorang FM sering menghadapi masalah seperti breakdown infrastruktur, ketidakpuasan pengguna, atau anggaran terbatas. Alih-alih frustrasi, luangkan waktu untuk mempertanyakan kepada diri sendiri: 
  • Apa yang bisa saya pelajari dari situasi ini?
  • Bagaimana solusi ini bisa lebih baik di masa depan?
Contoh: Ketika sistem HVAC sering bermasalah, FM dengan growth mindset akan mempelajari root cause-nya, mencari pelatihan terkait HVAC optimization, atau berkonsultasi dengan ahli.  

2. Proaktif dalam Pembelajaran dan Pengembangan Skill. Perhatikan organisasi tempat kita bekerja, apa saja hal-hal apa yang menjadi perhatikan dari manajemen, lalu
  • Ikuti Pelatihan dan Sertifikasi** (e.g., ISO Auditor, CFM, FMP, atau kursus BIM/Smart Building).  
  • Baca Industri Trends. Berlangganan (subscribe jurnal seperti; Facilities Management Journal, menjadi anggota asosiasi - PAMFI, atau ikuti webinar dari IFMA (International Facility Management Association).  
  • Belajar dari Rekan dan Mentor. Kenalan dengan praktisi FM, bisa melalui LinkedIn atau jejaringan. Ajak ketemu dan melakukan diskusi dengan praktisi FM atau FM lain.
3. Menerima Feedback dan Kritik sebagai Bahan Evaluasi. Jika mempunyai anggota team FM, lakukan meeting 1 on 1 dengan team dan meminta masuk an.  Juga membuatkan survey kepuasan kepada user.FM yang efektif tidak defensif saat menerima masukan. Sebaliknya, gunakan feedback untuk:  
  • Meningkatkan layanan fasilitas.  
  • Memperbaiki proses maintenance.  
  • Menyesuaikan strategi dengan kebutuhan pengguna.  
4. Berinovasi dengan Eksperimen dan Data-Driven Decision Making. Untuk memiliki pola "Growth mindset" mendorong eksperimen. Sebagai FM, kita bisa melakukan:
  • Gunakan hasil data dari Building Management System (BMS) atau data dari Computerized Maintenance Management System (CMMS)- jika ada,  untuk analisis data energi dan prediktif maintenance.  
  • Mencoba metode baru (misalnya, penerapan renewable energy atau space utilization analytics). Bisa juga metode komunikasi yang berbeda dengan team atau vendor dengan menggunakan digital (Google sheet, MS Teams, atau lainnya).  
  • Membuat waktu khusus terjadwal untuk melakukan evaluasi hasil dan iterasi untuk perbaikan berkelanjutan.  
5. Membangun Tim yang Juga Ber-growth Mindset. Sebagai pemimpin dalam organisasi FM, seorag Facility Manager harus mendorong tim untuk:  
  • Berani mencoba solusi baru.  
  • Belajar dari kegagalan tanpa menyalahkan.  
  • Kolaborasi lintas departemen untuk solusi holistik.  
Kesimpulan  
Mengadopsi growth mindset bukan hanya tentang "belajar hal baru", tetapi juga tentang "mengubah cara berpikir" dalam menghadapi tantangan. 
Sebagai Facility Manager, dengan terus mengembangkan diri, terbuka terhadap perubahan, dan berfokus pada solusi, Anda tidak hanya meningkatkan kapabilitas pribadi tetapi juga membawa nilai tambah bagi organisasi.  

Ayo! Kita mulai hari ini!   
- Identifikasi satu keterampilan baru untuk dipelajari (misalnya, data analytics untuk fasilitas).  
- Cari mentor atau rekan diskusi.  
- Jadikan setiap masalah sebagai stepping stone untuk menjadi FM yang lebih baik.  

Dengan growth mindset, kita tidak hanya menjadi pengelola fasilitas, tetapi "pemimpin inovasi" yang siap menghadapi masa depan.  

Semoga bermanfaat!

Rabu, 09 April 2025

5 Tantangan Integritas Facility Manager dalam Aktivitas Operasional

TEMPO.CO, Jakarta, berita tertanggal 14 Maret 2025: Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, menyebutkan bahwa kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina subholding periode 2018-2023 bisa lebih besar dari Rp 193,7 triliun, karena angka tersebut hanya untuk kerugian pada 2023. Sedangkan, tindak pidana korupsi ini telah terjadi sejak 2018 hingga 2023.

Korupsi bisa terjadi karena hilangnya integritas dari seseorang, terutama yang bertanggung jawab di bidang tersebut. Integritas seorang Facility Manager adalah penting dalam menjalankan operasional. Facility Manager (FM) memegang kendali penting dalam operasional dan keberlangsungan sebuah organisasi.

 



Menurut saya, berikut 5 Faktor yang Dapat Mengganggu Integritas Seorang Facility Manager:

1. Kurangnya Pemahaman tentang Etika Bisnis & Regulasi. Penting untuk memahami etika bisnis dan regulasi yang berlaku. Tanpa pemahaman yang jelas, seorang Facility Manager mungkin secara tidak sengaja melanggar aturan atau terlibat dalam praktik yang tidak etis. Misalnya, menerima hadiah dari vendor tanpa menyadari bahwa hal tersebut dapat dianggap sebagai bentuk suap atau gratifikasi yang dilarang.

 

Perusahaan perlu memberikan panduan yang jelas dan terperinci mengenai etika bisnis, termasuk batasan dalam berinteraksi dengan vendor, kebijakan hadiah, dan larangan terhadap praktik suap. Pelatihan reguler, baik melalui workshop, email, atau quiz, dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang etika bisnis.

 

2. Budaya Perusahaan yang Tidak Mendukung Integritas. Lingkungan kerja memiliki pengaruh besar terhadap perilaku individu. Facility Manager mungkin akan terbawa arus dan menganggap praktik tidak etis sebagai hal yang wajar. Contohnya, jika atasan atau rekan kerja sering menerima hadiah dari vendor tanpa konsekuensi, Facility Manager dan team lainnya mungkin akan mengikuti jejak mereka karena merasa tidak ada dampak negatif yang signifikan.

 

Untuk mengatasi hal ini, perusahaan harus menciptakan budaya yang mengutamakan integritas dan transparansi. Pimpinan perusahaan harus menjadi teladan dalam menjalankan nilai-nilai etika, dan setiap pelanggaran harus ditindak tegas tanpa pandang bulu. Selain itu, perusahaan dapat membentuk sistem whistleblowing yang aman bagi karyawan untuk melaporkan pelanggaran tanpa takut akan pembalasan.

 

3. Kurangnya Pengawasan & Akuntabilitas. Perlu adanya sistem pengawasan yang ketat dan akuntabilitas yang jelas dalam perusahaan. Seorang Facility Manager mungkin tergoda untuk menyalahgunakan wewenangnya. Misalnya, dalam proses pengadaan barang atau jasa, jika tidak ada mekanisme verifikasi yang baik, Facility Manager dapat memanipulasi laporan atau memilih vendor yang tidak kompeten untuk keuntungan pribadi.

 

Untuk mencegah hal ini, perusahaan perlu menerapkan sistem pengawasan yang kuat, seperti audit internal secara berkala, proses approval multi-level untuk pengeluaran besar, dan penggunaan teknologi untuk mencatat semua transaksi secara transparan. Dengan adanya sistem ini, setiap keputusan dan tindakan Facility Manager dapat dilacak dan dipertanggungjawabkan.

 

4. Lingkungan Kerja yang Tidak Transparan. Transparansi dalam proses pengambilan keputusan sangat penting untuk menjaga integritas. Jika lingkungan kerja tidak transparan, misalnya dalam proses tender atau pemilihan vendor, Facility Manager dapat dengan mudah memanipulasi hasil untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Contohnya, hanya mengundang vendor tertentu dalam tender atau tidak mengumumkan nilai kontrak secara terbuka.

 

Proses pengadaan yang terbuka dan kompetitif perlu ada dan terdokumentasi. Semua informasi terkait tender harus dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan, dan keputusan harus didasarkan pada kriteria yang objektif.  

 

5. Konflik Kepentingan (Conflict of Interest). Konflik kepentingan terjadi ketika Facility Manager memiliki hubungan pribadi atau kepentingan lain dengan vendor atau pihak terkait yang dapat memengaruhi keputusannya secara profesional. Misalnya, memilih vendor yang dimiliki oleh keluarga atau teman dekat, meskipun vendor tersebut tidak menawarkan harga atau kualitas terbaik.

 

Untuk menghindari konflik kepentingan, perusahaan harus mewajibkan Facility Manager untuk mendeklarasikan setiap hubungan yang berpotensi menimbulkan konflik. Selain itu, rotasi tugas atau pembatasan interaksi dengan vendor tertentu dapat mengurangi risiko terjadinya praktik tidak etis. Kebijakan yang melarang penerimaan hadiah atau fasilitas pribadi dari vendor juga perlu diterapkan dengan tegas.

Kesimpulan

Kita sebagai Facility Manager perlu menjaga integritas. Akan selalu ada tantangan untuk Facility Manager, terutama ketika dihadapkan pada faktor-faktor seperti kurangnya pemahaman etika bisnis, budaya perusahaan yang buruk, pengawasan yang lemah, lingkungan kerja tidak transparan, dan konflik kepentingan.

Namun, dengan kesadaran yang tinggi, dukungan dari perusahaan, dan sistem yang baik, integritas dapat tetap terjaga. Perusahaan harus aktif menciptakan lingkungan yang mendukung praktik etis dan memberikan alat serta kebijakan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran. Pada akhirnya, integritas bukan hanya tentang mematuhi aturan, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan reputasi yang baik dalam jangka panjang.

 

Semoga bermanfaat!

7 Kompetensi Inti yang Harus Dikuasai oleh Facility Manager

Saya sudah beberapa kali menuliskan mengenai core competencies yang perlu dimiliki oleh Facility Manager. Dunia facility management selalu b...