Sabtu, 24 Mei 2025

5 Faktor Penting yang Perlu Diketahui Praktisi Facility Management di Tahun 2025

Facility Management (FM) terus berkembang seiring dengan perubahan teknologi, tuntutan bisnis, dan kebutuhan pengguna. FM sudah lebih dari hanya tentang menjaga agar lampu tetap menyala. Seiring berkembangnya gedung menjadi ekosistem pengalaman, efisiensi, dan kepatuhan ESG, para pemimpin FM dituntut untuk memberikan lebih dari sekadar waktu aktif—mereka diminta untuk memberikan kepercayaan.

Berdasarkan artikel yang dituliskan oleh Myles Jensen di Facility Executive (facilityexecutive.com) tentang "Branding by Design: A Strategic Lever for FM Leaders in 2025", berikut lima faktor penting yang harus dipahami oleh praktisi FM/Facility Manager untuk tetap kompetitif dan efektif:  

1. Brand sebagai Infrastruktur Internal, Bukan Sekadar Logo.

Dalam industri Facility Management (FM), brand berfungsi sebagai sistem operasi internal yang membentuk seluruh aspek bisnis. Ini bukan hanya tentang logo atau materi pemasaran, tetapi merupakan fondasi yang mempengaruhi bagaimana staf berkomunikasi, bagaimana client memandang nilai layanan, dan bagaimana bisnis membangun kepercayaan di pasar yang kompetitif.

Menurut, Jensen & Jensen, sebuah agensi brand dan desain yang berfokus pada FM dan built environment, menekankan bahwa "Jika terlihat, itu adalah brand." Artinya, segala hal mulai dari cara menjawab telepon, penampilan kendaraan operasional, hingga pendekatan dalam proses pengadaan, semuanya merupakan bagian dari ekspresi brand. Dalam sektor di mana FM dapat mewakili hingga 30% dari biaya operasional, kepercayaan dan konsistensi menjadi kebutuhan komersial yang mutlak.

 

2. Identitas Modern sebagai Dasar untuk Ruang Kerja Modern

Desain ruang kerja fisik pada dasarnya adalah keputusan branding. Branding menjadi dasar yang menginformasikan perubahan lingkungan. Menurut pengalaman dari Jensen & Jensen, client-client FM yang melakukan rebrand menggunakan identitas baru mereka sebagai cetak biru untuk mendesain ulang seragam, papan petunjuk stasiun pembersihan, tata letak kantor, dan manual pelatihan. Efek riak terlihat di seluruh budaya tim dan interaksi client. Desain yang baik tidak hanya bersifat kosmetik; ia mempengaruhi suasana hati, motivasi, dan memori—tiga hal yang tidak boleh diabaikan oleh leader FM.

Dengan kata lain, FM yang mengerti mengenai desain ruang kerja, akan bisa menciptakan pengalaman yang konsisten dan bermakna di seluruh titik kontak fisik dan digital.

 

3. Warisan Tanpa Relevansi Adalah Beban

Banyak brand FM yang sukses dan dihormati—sering kali dengan warisan puluhan tahun—tetapi warisan tidak menjamin relevansi (hubungan). Material brand yang ketinggalan zaman—situs web yang usang, presentasi yang kaku, atau bagan organisasi yang membingungkan—dapat secara perlahan mengikis persepsi kredibilitas, terutama di mata client atau pemangku kepentingan yang lebih muda. Dalam satu proyek yang ditangani Jensen & Jensen, penyedia layanan berusia 50 tahun datang dengan kekhawatiran ini. Secara eksternal, mereka merasa terjebak di masa lalu. Secara internal, staf bangga—tetapi terputus dari babak berikutnya perusahaan.

 

4. Tahun 2025 sebagai Titik Infleksi Strategis untuk Branding FM

Sektor FM berada di persimpangan jalan dengan beberapa tren konvergen (tren yang bertabrakan – tidak normal) yang meningkatkan kebutuhan akan strategi brand:

 

  • Tekanan ESG dan Compliance: Dengan meningkatnya ekspektasi organisasi seputar keberlanjutan dan etika, penyedia FM diperiksa dengan lebih ketat. Brand yang jelas dan kredibel menjadi jalan pintas menuju keandalan yang dipersepsikan.
  • Transformasi Digital: Platform dan alat baru membutuhkan user experience (UX) yang lebih baik, onboarding yang lebih baik, dan komunikasi yang lebih baik. Branding mendasari ketiganya.
  • Pergeseran Tenaga Kerja: Dengan lima generasi yang sekarang hidup berdampingan di tempat kerja, identitas brand menjadi perekat—membantu staf lama dan baru menemukan bahasa dan tujuan bersama.
  • Kecanggihan Client: Pengadaan tidak lagi hanya digerakkan oleh harga. Persepsi brand dapat mempengaruhi keputusan shortlist, bahkan sebelum penilaian kemampuan dimulai.

 

5. Langkah Praktis untuk Facility Manager Mengoptimalkan Strategi Brand

Sebagai Facility Manager (FM), perlu mengambil beberapa langkah konkret untuk memaksimalkan nilai brand mereka:

  • Audit Setiap Titik Kontak: Periksa situs web, deck proposal, seragam, dan dokumen internal. Apa yang mereka katakan tentang siapa kita/FM Provider.
  • Libatkan Team: Branding bukan hanya latihan top-down. Libatkan staf garis depan, team engineer, dan tim administrasi. Masukan mereka adalah sangat penting untuk brand.
  • Sederhanakan, Kemudian Sistematis: Kejelasan mengalahkan kecerdikan. Hapus jargon. Buat sistem yang dapat diskalakan—dari signage hingga template email—sehingga semua orang tetap on-brand tanpa memerlukan gelar desain.
  • Jadikan Terukur: Lacak metrik berbasis brand. Kepuasan karyawan. Tingkat kemenangan dalam penawaran. Waktu yang dihabiskan untuk onboarding. Brand yang dilakukan dengan benar mengurangi gesekan—dan gesekan memiliki biaya.

Bisa disimpulkan bahwa dalam industri Facilities Management, brand merupakan sistem operasi strategis yang menyelaraskan orang, tujuan, dan kinerja. Bagi para pemimpin FM menghadapi tahun 2025, mengabaikan aspek branding berarti terus kehilangan nilai, sementara mengelolanya dengan tepat akan memperkuat seluruh operasi.


Sumber:  

  • Tulisan berdasarkan: Facility Executive - Branding by Design](https://facilityexecutive.com/branding-by-design-a-strategic-lever-for-fm-leaders-in-2025/).
  • Penulis: Jensen adalah Creative Director dan salah satu Pendiri Jensen & Jensen, sebuah agensi merek dan desain yang berbasis di Inggris yang mengkhususkan diri di sektor facility management dan built environment. Berdasarkan perpaduan pengalaman antara bekerja di agensi dan pengalaman in-house, Myles telah berkolaborasi dengan klien di bidang properti, kebersihan, dan real estate —termasuk The Crown Estate, Endersham Cleaning Co., Cushman & Wakefield, dan lainnya.

4 Implementasi Chatham House Rules dalam Dunia Facility Management


Saya mendapatkan kata-kata baru yaitu: Chatham House Rule.  Chatham House Rule adalah aturan yang diterapkan dalam diskusi/meeting yang menyatakan bahwa peserta diskusi/meeting bebas menggunakan informasi dari diskusi, namun identitas atau afiliasi narasumber maupun peserta lainnya tidak boleh diungkapkan. Ternyata, chatham house rules ini sudah ada sejak tahun 1927 dan diperbarui terakhir di tahun 2002

Chatham House Rule ini sangat bisa diterapkan di dunia Facility Management (FM). Dalam dunia FM, komunikasi yang jujur, terbuka, dan kolaboratif sangat penting untuk menghadapi kompleksitas operasional, dinamika organisasi, dan tekanan dari berbagai pemangku kepentingan. Implementasi Chatam House Rules ini akan memperkuat kualitas diskusi dan pengambilan keputusan di lingkungan FM yang dilakukan antar team FM, vendor dan consultant (Jika ada). 

Implementasi Chatham House Rules ini dapat menciptakan ruang yang aman untuk bertukar pikiran secara terbuka tanpa rasa takut akan dampak reputasional atau profesional.

 

Kita, sebagai team FM, akan selalu melakukan diskusi dan brainstorming dalam banyak aspek; hal-hal strategis, kepuasan client, efisiensi biaya, keselamatan, keberlanjutan, transformasi digital dan banyak lainnya. Banyak hal-hal yang didiskusikan akan melibatkan kepentingan lintas departemen dan beberapa akan bersifat sensitif. 

Untuk memastikan diskusi berjalan produktif dan efektif, berikut 4 implementasi Chatham House Rules dalam FM:

 

1) Diskusi Strategi dan Perubahan Layanan. Kita sebagai manajer FM agar dapat menyampaikan kritik atau masukan tajam terhadap pihak internal atau eksternal tanpa khawatir akan konflik.

Misalnya saat mengevaluasi vendor eksternal, memutuskan model pengelolaan fasilitas (in-house vs outsourcing), atau merancang perencanaan jangka panjang. 

 

2) Forum Evaluasi Kinerja dan Risiko. Saat team FM melakukan audit internal, risk assessment, atau evaluasi kepatuhan terhadap standar (misalnya ISO 41001). Diskusi mengenai kekurangan atau potensi risiko sering kali menyangkut nama individu atau unit kerja tertentu. Dengan Chatham House Rule, penilaian bisa dibahas dengan lebih jujur dan solutif.

 

3) Pertemuan dengan Vendor atau Partner Service. Team FM dapat meberikan masukan terkait performa dari partner/vendor saat melakukan evaluasi vendor. Diskusi agar dilakukan secara tertutup dan bisa membahas performa, negosiasi kontrak dan/atau kualitas layanan. Aturan ini akan membantu menjaga profesionalisme dan objektivitas tanpa mempermalukan pihak mana pun di forum terbuka.

 

4) Pengembangan Tim Internal. Seorang Facility Manager dan team akan lebih nyaman berbagi tantangan, kegagalan, atau ide-ide inovatif dalam sesi pelatihan dan sesi refleksi/brainstorming dari team FM. 

 

Untuk memastikan implementasi Chatham house rules efektif di lingkungan FM, perlu dilakukan hal-hal berikut:  

  • Komunikasikan aturan sejak awal rapat atau forum. Tambahkan dalam undangan atau sampaikan secara eksplisit sebelum diskusi dimulai.
  • Fasilitasi diskusi dengan moderator netral yang menjaga alur diskusi tetap produktif dan menghormati privasi peserta.
  • Gunakan untuk sesi tertentu saja, terutama yang bersifat reflektif, evaluatif, atau sensitif. Tidak semua forum perlu aturan ini.
  • Bangun budaya saling percaya di antara anggota tim dan stakeholder FM agar aturan ini tidak sekadar formalitas, tapi sungguh-sungguh dihormati.


Sebagai penutup, penerapan Chatham House Rules dalam dunia Facility Management bukan hanya soal menjaga kerahasiaan identitas, tapi juga soal menciptakan budaya dialog yang sehat, transparan, dan produktif. Dalam menghadapi kompleksitas tugas pengelolaan fasilitas — dari pemeliharaan teknis hingga pelayanan pelanggan — aturan ini membantu para profesional FM untuk berani bersuara, mengevaluasi secara jujur, dan menghasilkan solusi yang lebih berdampak dan berkelanjutan.

 

Semoga bermanfaat!


Minggu, 11 Mei 2025

Belajar dari Tokyo: 5 Strategi Pengelolaan Fasilitas yang Bersih dan Tertib

Kota Tokyo di Jepang telah lama menjadi simbol efisiensi, kebersihan, dan keteraturan yang luar biasa. Saya bersyukur diberikan kesempatan untuk berlibur ke Tokyo di bulan April 2025 kemarin dan menyaksikan bagaimana lingkungan dan fasilitas tertata rapi, serta masyarakat yang disiplin dalam menjaga ketertiban.

Jika dikaitkan dalam konteks facility management (FM), saya rasa akan ada banyak pelajaran berharga yang dapat kita ambil dan terapkan untuk meningkatkan kualitas facility management di Indonesia.


Berikut 5 hal yang bisa menjadi pembelajaran utama dari Jepang:

  • Budaya Disiplin sebagai Fondasi. Salah satu kunci utama keberhasilan Tokyo adalah budaya disiplin masyarakatnya. Perlu diakui, budaya disiplin masyarakat Jepang bukan terbentuk secara instan, tetapi merupakan hasil dari akumulasi nilai-nilai sejarah, pendidikan karakter sejak dini, norma sosial yang kuat, dan sistem yang mendukung.
  • Manajemen Sampah yang Efisien. Tokyo menerapkan sistem pemilahan sampah yang ketat. Ternyata, sulit menemukan tempat sampah di Tokyo, dan menariknya, sampah sampah sangat sedikit ditemukan di area umum. Saya tidak menemukan truk sampah, tukang sampah, dan/atau gerobak sampah saat berjalan jalan, sehingga, saya berasumsi bahwa jadwal pengambilan sampah adalah sangat ketat dan disiplin. 
  • Infrastruktur dan Perencanaan yang Detail. Fasilitas publik di Tokyo dirancang dengan detail: signage jelas, sistem pencahayaan optimal, ventilasi baik, dan kemudahan akses untuk semua kalangan (termasuk penyandang disabilitas).
  • Perawatan Preventif yang Konsisten. Fasilitas yang saya lewati saat berjalan di Tokyo terlihat terawat, sedikit personnel kebersihan ditemukan di jalan (pagi, siang, malam dan sore hari). Saya berasumsi bahwa pemerintah memiliki sistem maintenance yang ketat dan terorganisir dengan baik. 
  • Kolaborasi Kuat dengan banyak pihak. Saya tidak mempunyai data pasti, hanya saya yakin, bahwa kebersihan, kerapihan dan keteraturan yang terjadi adalah berdasarkan kolaborasi yang kuat antara pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat Jepang sendiri, terutama regulasi yang jelas dan tepat, pihak eksekusi yang konsisten serta disiplin dari Masyarakat.

Sebagai praktisi facility management, hal-hal di atas bisa diterapkan dalam hari-hari seorang Facility Manager. Berikut 5 hal yang bisa dilakukan oleh seorang Facility Manager untuk fasilitasnya:

  1. Budaya Disiplin sebagai Fondasi. Disiplin terhadap diri sendiri dan team FM, melakukan aktivitas edukasi secara regular, termasuk; membuat house-rules, melakukan sosialisasi dengan rutin berbicara kepada team FM, dan pengguna dari fasilitas. Tentunya, rutin untuk melakukan inspeksi dan memberikan peringatan jika ada hal-hal yang tidak sesuai serta memberikan reward kepada yang sudah menjalankan.
  2. Manajemen Sampah yang Efisien. Membuat SOP pemilahan sampah di area fasilitas. Menyediakan tempat sampah terpilah di titik strategis. Membuatkan program pelatihan pemilahan sampah untuk petugas kebersihan dan pengguna gedung. Bekerja sama dengan pengelola limbah daur ulang dan pemerintah daerah untuk distribusi akhir.
  3. Infrastruktur dan Perencanaan yang Detail. Sebagai FM, kita akan mengoptimalkan fasilitas, sehingga tidak akan membuat perencanaan baru. Yang bisa dilakukan adalah; melakukan audit fasilitas secara berkala untuk menilai kualitas penerangan, sirkulasi udara, aksesibilitas dan fasilitas lainnya masih sesuai dengan standard awal. Buatkan daftar temuan serta rekomendasi perbaikan jika perlu. Membuatkan usulan/rekomendasi untuk renvoasi serta membuatkan standard untuk pembangunan baru berdasarkan design awal (berdasarkan persetujuan pemilik/management).
  4. Perawatan Preventif yang Konsisten. Memastikan jadwal preventif dibuatkan minimal untuk periode 1 tahun, menerapkan pemakaian Computerized Maintenance Management System (CMMS) untuk jadwal dan pencatatan kegiatan pemeliharaan (jika perlu). Pelatihan teknisi dalam teknik inspeksi awal dan pelaporan kondisi secara aktif. Melakukan evaluasi dan analisa histori kerusakan untuk pembuatan rencana pemeliharaan yang lebih akurat secara rutin minimal setiap 3 bulan.
  5. Kolaborasi Kuat dengan banyak pihak. Untuk dunia FM, pihak-pihak terkait umumnya adalah pengguna/operasional, keuangan/finance, vendor dan management dari perusahaan. Kolaborasi dengan membuat program kebersihan kantor dengan pelatihan oleh vendor, memastikan cost saving untuk perusahaan, perubahan mindset karyawan terkait pengelolaan sampah, serta exposure ke masyarakat terkait citra perusahaan. Untuk fasilitas yang besar dan melibatkan masyarakat sekitar, bisa dibuatkan program menjalin kemitraan dengan komunitas lokal dan penyewa fasilitas dalam program kebersihan bersama.

Kesimpulan

Tokyo adalah salah satu contoh nyata yang bisa dijadikan target akhir oleh team FM. Perlu disadari, bahwa program-program tersebut bisa dilakukan karena ada yang sudah berhasil melakukannya. 

Dengan menggabungkan kedisiplinan budaya, pemanfaatan teknologi, dan kolaborasi lintas pihak, facility management di Indonesia dapat naik kelas—menuju lingkungan yang lebih bersih, teratur, dan manusiawi.


Semoga bermanfaat

7 Kompetensi Inti yang Harus Dikuasai oleh Facility Manager

Saya sudah beberapa kali menuliskan mengenai core competencies yang perlu dimiliki oleh Facility Manager. Dunia facility management selalu b...