Senin, 28 Oktober 2024

SOP Esensial bagi Facility Manager dalam Mengelola Fasilitas Perkantoran

Apakah Anda seorang facility manager baru yang ingin memulai dengan langkah yang benar, atau seorang profesional berpengalaman yang mencari cara untuk meningkatkan operasi Anda? Artikel ini akan menjadi panduan berharga bagi Anda. Mari kita jelajahi bersama pengelolaan fasilitas yang sukses, berdasarkan pengalaman nyata telah saya alami selama karir panjang saya di bidang facility management.

Dalam artikel ini, saya akan membagikan wawasan berharga tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) esensial yang setiap facility manager perlu kuasai. Pengetahuan ini bukan hanya teori belaka, melainkan hasil dari pengalaman langsung menangani berbagai tantangan dan situasi di lapangan. Saya telah menyaksikan bagaimana SOP yang tepat dapat mengubah kekacauan menjadi harmoni, meningkatkan produktivitas, dan bahkan menghemat jutaan dalam biaya operasional.

Pengelolaan fasilitas perkantoran yang efektif dan efisien membutuhkan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang terstruktur. Seorang facility manager bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua aspek operasional berjalan lancar, aman, dan nyaman bagi pengguna gedung. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan serangkaian Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mencakup berbagai aspek pengelolaan fasilitas. Artikel ini akan membahas SOP minimum yang perlu dimiliki oleh seorang facility manager, yang meliputi tiga kategori utama: general management, soft service, dan hard service.

General Management

General management mencakup aspek-aspek umum dalam pengelolaan fasilitas perkantoran. Beberapa SOP yang perlu dimiliki dalam kategori ini antara lain:

1. Manajemen Kontrak dan Vendor Prosedur ini mengatur proses pemilihan, evaluasi, dan pengelolaan vendor atau kontraktor. SOP ini harus mencakup kriteria seleksi, proses tender, negosiasi kontrak, dan evaluasi kinerja vendor.

2. Manajemen Risiko dan Kepatuhan SOP ini berkaitan dengan identifikasi, penilaian, dan mitigasi risiko yang terkait dengan operasional fasilitas. Prosedur ini juga harus mencakup kepatuhan terhadap peraturan dan standar yang berlaku.

3. Manajemen Komunikasi Prosedur ini mengatur alur komunikasi antara facility manager, staf, pengguna gedung, dan pemangku kepentingan lainnya. SOP ini harus mencakup metode komunikasi, frekuensi, dan prosedur eskalasi masalah.

 

Soft Service

Soft service meliputi layanan yang berhubungan langsung dengan kenyamanan dan kepuasan pengguna gedung. Beberapa SOP yang perlu dimiliki dalam kategori ini antara lain:

1. Kebersihan dan Sanitasi SOP ini harus mencakup jadwal pembersihan rutin, prosedur pembersihan khusus, dan standar kebersihan yang harus dipenuhi. Prosedur ini juga harus membahas penggunaan bahan pembersih dan peralatan yang tepat.

2. Keamanan Prosedur keamanan harus mencakup kontrol akses, patroli keamanan, penanganan situasi darurat, dan pengoperasian sistem keamanan elektronik. SOP ini juga harus membahas prosedur pelaporan insiden keamanan.

3. Resepsionis dan Layanan Tamu SOP ini mengatur prosedur penyambutan tamu, penanganan pertanyaan dan keluhan, serta manajemen ruang pertemuan. Prosedur ini harus mencakup standar layanan pelanggan yang harus dipatuhi oleh staf front office.

4. Manajemen Parkir Prosedur ini mengatur sistem parkir, termasuk alokasi tempat parkir, pengelolaan tiket parkir, dan pemeliharaan area parkir. SOP ini juga harus mencakup penanganan situasi darurat di area parkir.

 

Hard Service

Hard service berkaitan dengan pemeliharaan dan pengelolaan infrastruktur fisik dan sistem teknis gedung. Beberapa SOP yang perlu dimiliki dalam kategori ini antara lain:

1. Pemeliharaan Preventif SOP ini harus mencakup jadwal pemeliharaan rutin untuk semua peralatan dan sistem utama gedung, seperti HVAC, listrik, dan plumbing. Prosedur ini harus menjelaskan langkah-langkah pemeliharaan, frekuensi, dan dokumentasi yang diperlukan.

2. Manajemen Perbaikan dan Pemeliharaan Korektif Prosedur ini mengatur proses penanganan permintaan perbaikan, prioritisasi tugas, dan pelaksanaan perbaikan. SOP ini harus mencakup sistem pelacakan permintaan layanan dan prosedur eskalasi untuk masalah yang kompleks.

3. Manajemen Aset SOP ini berkaitan dengan inventarisasi, pelacakan, dan pemeliharaan aset gedung. Prosedur ini harus mencakup sistem pelabelan aset, pembaruan inventaris, dan perencanaan penggantian aset.

Bisa disimpulkan, Standar Operasional Prosedur (SOP) yang komprehensif dan terstruktur merupakan fondasi penting bagi seorang facility manager dalam mengelola fasilitas perkantoran secara efektif. Dengan memiliki SOP yang mencakup aspek general management, soft service, dan hard service, facility manager dapat memastikan operasional yang lancar, meningkatkan kepuasan pengguna gedung, dan mengoptimalkan kinerja fasilitas.

 

Penting untuk diingat bahwa SOP bukanlah dokumen statis. Facility manager harus secara berkala meninjau dan memperbarui prosedur ini untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya dalam menghadapi perubahan kebutuhan dan teknologi. Dengan pendekatan yang sistematis dan proaktif terhadap pengelolaan fasilitas, seorang facility manager dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan produktif bagi semua pengguna gedung.

Semoga bermanfaat!

Jumat, 18 Oktober 2024

4 Hal yang perlu dilakukan Facility Manager untuk menuju Net-Zero Carbon

Perubahan iklim adalah ancaman nyata yang kita hadapi saat ini. Untuk mengatasi masalah ini, dunia berkomitmen untuk mencapai net-zero carbon, yaitu keadaan di mana emisi gas rumah kaca yang dihasilkan seimbang dengan yang diserap. Dalam upaya ini, manajemen fasilitas memiliki peran yang sangat krusial. Bagaimana caranya? Yuk, kita bahas lebih lanjut!

Sektor properti dan bangunan menyumbang porsi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global. Hal ini disebabkan oleh konsumsi energi yang tinggi untuk pemanasan, pendinginan, pencahayaan, dan operasional gedung lainnya. Tantangan utama yang dihadapi dalam mencapai net-zero carbon di sektor ini adalah:

·       Infrastruktur yang sudah ada: Banyak bangunan yang dibangun dengan desain yang kurang efisien energi.

·       Tingkat kesadaran yang beragam: Tidak semua pihak terkait, termasuk pemilik gedung, penyewa, dan pengelola fasilitas, memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya keberlanjutan.

·       Biaya investasi awal yang tinggi: Mengubah sistem menjadi lebih efisien energi seringkali membutuhkan investasi yang besar.

Bagaimana kita sebagai Facility Manager bisa membantu untuk mencapai Net-Zero Carbon?

Berikut 4 hal yang bisa dilakukan oleh Facility Manager:

1. Efisiensi Energi. Melakukan aktivitas untuk menemukan cara efisiensi energi. Antara lain:

    - Melakukan Audit Energi. Bekerjasama dengan pihak lain atau melakukan audit energi sederhana untuk mengidentifikasi area-area yang boros energi.

    - Optimasi penggunaan energi: Mengatur jadwal pemakaian energi secara efektif, misalnya mematikan lampu dan peralatan yang tidak digunakan.

    - Teknologi hemat energi. Bekerjasama dengan pihak konsultan untuk membuatkan Analisa perhitungan implementasi teknologi hemat energi seperti lampu LED, sistem HVAC yang efisien, dan sensor gerakan. 

2. Mobilitas Berkelanjutan. Membuatkan usulan yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan kendaraan Pribadi. Antara lain:

    - Fasilitas transportasi umum: Menyediakan fasilitas transportasi umum yang mudah diakses bagi karyawan dan pengunjung.

    - Fasilitas sepeda: Menyediakan fasilitas parkir sepeda dan jalur sepeda.

    - Program carpooling: Mendorong karyawan untuk menggunakan kendaraan bersama.

3. Keterlibatan Karyawan. Memastikan semua karyawan aktif mencapai net-zero carbon.

    - Edukasi: Bekerja sama dengan pihak konsultan, pengajar, dan/atau tenaga ahli untuk memberikan edukasi kepada karyawan tentang pentingnya keberlanjutan dan cara berkontribusi.

    - Program insentif: membuatkan usulan ke manajemen untuk memberikan insentif kepada karyawan yang terlibat aktif dalam program-program keberlanjutan.

4. Pengelolaan Limbah. Membuat program pengelolaan limbah:  

    - Pengurangan limbah. Bekerjasama dengan manajemen untuk membuat program mengurangi pemakaian plastic atau bahan sekali pakai.

    - Pengelolaan limbah yang efektif. Membuatkan program pemilahan sampah dengan memastikan tempat sampah sudah terbagi menjadi beberapa kategori: organic, non-organik dan daur ulang, serta memperhitungkan sampah berdasarkan kategori di setiap akhir bulan untuk Analisa perilaku karyawan. 

Manfaat Mencapai Net-Zero Carbon. 3 hal utama yang diharapkan dengan melakukan hal-hal di atas adalah:

1.       Penghematan biaya: Mengurangi tagihan energi dan biaya operasional lainnya.

2.       Meningkatkan produktivitas karyawan: Lingkungan kerja yang sehat dan berkelanjutan dapat meningkatkan produktivitas karyawan.

3.       Memperkuat reputasi perusahaan: Menunjukkan komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan.

Tentunya, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mencari materi untuk mempelajari mengenai net zero carbon ini? Beberapa di antaranya adalah:

·       Website: https://www.gbcindonesia.org/ (website untuk green building council Indonesia)

·       Website: https://www.usgbc.org/ (website untuk US green building council).

·       Belajar online: https://www.udemy.com/

·       Dan lainnya.

Kesimpulan

Facility Manager memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan net-zero carbon. Dengan menerapkan berbagai strategi yang telah disebutkan di atas, kita dapat menciptakan bangunan yang lebih efisien, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Mari bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Semangat!

Selasa, 01 Oktober 2024

Yuk, Optimalkan Risk Register Anda Sekarang Juga! Lakukan follow-up aktif untuk Risk Register

Punya risk register tapi risiko tetap terjadi? Jangan-jangan Anda juga mengalaminya! Banyak Facility Manager yang abai pada follow-up risk register, sehingga risiko yang sudah diidentifikasi pun tetap mengancam. Yuk, cari tahu mengapa hal ini sering terjadi dan bagaimana solusinya.

 

Saya yakin, para Facility Manager sudah melakukan tugasnya dengan melakukan risk assessment, membuatkan risk register serta melaporkan kepada management. Tentunya, karena ini adalah risk register, artinya ada risiko selama hal-hal yang dituliskan dalam risk register tidak diselesaikan, artinya, pekerjaan Facility Manager belum selesai.

 

Saya perlu ingatkan juga, bahwa minimal ada 4 Risiko yang Terjadi Akibat Kurangnya Follow-Up, berupa:  

1.       Kerugian finansial: Kerusakan aset, biaya perbaikan yang tinggi, dan penurunan produktivitas akibat gangguan operasional.

2.       Kerusakan reputasi: Kejadian yang tidak diinginkan dapat merusak citra perusahaan di mata pelanggan, investor, dan masyarakat.

3.       Gangguan kesehatan dan keselamatan untuk karyawan: Kondisi kerja yang tidak aman dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

4.       Tuntutan hukum: Perusahaan dapat menghadapi tuntutan hukum jika terjadi kecelakaan atau kerugian yang disebabkan oleh kelalaian dalam mengelola risiko.

Adapun berdasarkan pengalaman saya, Hal-hal yang Membuat Follow-Up Sering Terlewatkan itu antara lain adalah:

Dari sisi Facility Manager:

·       Beban kerja yang tinggi: Tugas dan tanggung jawab yang banyak membuat facility manager kewalahan.

·       Kurangnya prioritas: Facility Manager tidak memberikan prioritas follow-up untuk risk register yang telah dilaporkan kepada manajemen.  

·       Kurangnya sumber daya: Facility Manager mungkin tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk operasional, sehingga terlewat dalam melakukan follow-up secara efektif.

·       Kurangnya kesadaran akan pentingnya risiko: Facility Manager mungkin belum sepenuhnya memahami pentingnya mengelola risiko.


Dari sisi Manajemen Perusahaan:

·       Kurangnya prioritas: Manajemen mungkin tidak menganggap risk register yang dilaporkan sebagai prioritas utama, sehingga tidak memberikan jawaban & solusi terkait dengan risk register yang dilaporkan.

·       Kurangnya keterlibatan manajemen: Manajemen mungkin tidak terlibat secara aktif dalam proses manajemen risiko, sehingga tidak memberikan umpan balik atau arahan yang jelas kepada facility Manager.

·       Kurangnya sistem pelaporan yang efektif: Tidak adanya sistem pelaporan yang jelas dan terstruktur membuat facility manager kesulitan dalam menyampaikan hasil follow-up kepada manajemen.

·       Perubahan prioritas organisasi: Perubahan prioritas organisasi dapat menyebabkan manajemen mengalihkan fokus mereka dari manajemen risiko ke hal-hal lain yang dianggap lebih mendesak.

 

Untuk para Facility Manager, saya menyarankan untuk minimal melakukan hal-hal berikut dalam melakukan follow up dengan manajemen:

1.       Komunikasi aktif dengan manajemen untuk mengingatkan risiko yang mungkin terjadi jika risk register tidak ditindaklanjuti.

2.       Lakukan eskalasi dengan mengkomunikasikan risiko ini kepada Tingkat manajemen yang lebih tinggi.

3.       Memastikan komunikasi dilakukan secara tertulis (dalam bentuk email) atau laporan tertulis yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait dengan risiko di Perusahaan.

4.       Memastikan laporan risk register dilengkapi dengan potensi risiko, cara perbaikan, dan estimasi biaya vs. potensi kerugian yang akan terjadi. Sehingga manajemen bisa membuat Keputusan segera.

5.       Buatkan laporan secara rutin minimal dalam 1 minggu sekali kepada manajemen dan pihak terkait.

 

Kesimpulan

Follow-up pada risk register adalah langkah krusial dalam manajemen risiko. Dengan melakukan follow-up secara teratur, Facility Manager dapat memastikan risiko telah dikomunikasikan, dan jika diselesaikan, maka Perusahaan akan terhindar dari kerugian secara finansial, operasional dan reputasi. Ingat, pencegahan selalu lebih baik daripada penyesalan.

Semoga bermanfaat.

Satu Upaya Lagi, Satu Target Lagi: Perspektif Facility Management

Saya baru selesai membaca buku dari Ed Mylett: “The Power of One More” dan saya merasa bahwa dua prinsip dari tulisan ini sangat sesuai deng...