Minggu, 31 Agustus 2025

4 Hal Penting Procurement dalam Facility Management


Dalam mengelola fasilitas, kita sebagai Facility Manager akan terhubung dengan vendor yang mendukung fasilitas tersebut. Pastinya, mengelola vendor ini menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh para Facility Manager. Tantangan terkait pengelolaan vendor ini antara lain: 

  • Kualitas layanan dari vendor yang berbeda tidak konsisten.
  • Respons lambat dalam penanganan masalah darurat.
  • Kesulitan mengukur kinerja vendor secara objektif.
  • Pembengkakan biaya tak terduga akibat kontrak yang tidak jelas.
  • Risiko operasional akibat ketergantungan pada vendor yang tidak kompeten. 

Kinerja dari vendor yang tidak memadai, pastinya akan mengganggu operasional fasilitas. Gangguan ini akan berdampak signifikan pada biaya dan produktivitas.

Secara organisasi, team Procurement memegang peranan penting terkait dengan mengelola vendor, mulai dari memilih vendor, membuatkan standar kontrak dan lainnya. Dalam hal pengelolaan vendor, berikut 4 hal penting yang perlu dilakukan oleh team Procurement:  

1. Standarisasi Pemilihan Vendor Berkualitas. Proses seleksi vendor yang terstandarisasi merupakan fondasi utama procurement FM yang efektif. Standarisasi ini harus mencakup:

Kriteria Seleksi yang Jelas:

  • Pengalaman dan track record di industri sejenis
  • Kemampuan finansial dan stabilitas perusahaan
  • Ketersediaan sumber daya dan teknologi
  • Sertifikasi kompetensi (ISO, SMK3, bidang teknis tertentu)

Proses yang Transparan:

  • Penggunaan RFP (Request for Proposal) terstruktur
  • Evaluasi oleh tim multidisiplin (FM, procurement, legal)
  • Due diligence menyeluruh termasuk kunjungan lapangan

2. Standarisasi Kontrak & Evaluasi Kinerja Vendor. Kontrak yang terstandarisasi melindungi kedua belah pihak dan memastikan keselarasan ekspektasi:

Komponen Kontrak yang Penting:

  • SLA (Service Level Agreement) yang terukur dan realistis
  • Mekanisme penalti dan reward yang jelas
  • Klausul terminasi dan exit strategy
  • Penyesuaian harga yang transparan

Sistem Evaluasi Kinerja:

  • KPI kuantitatif (waktu respons, tingkat resolusi pertama)
  • Survey kepuasan pengguna fasilitas
  • Audit berkala dan review kinerja dalam periode yang disetujui bersama (bulanan atau 3 bulan)

3. Meningkatkan Kualitas Vendor secara Berkelanjutan. Pengembangan vendor bukanlah biaya, melainkan investasi. Bentuk investasi yang bisa dilakukan oleh team FM dan procurement:

Program Pengembangan:

  • Training dan workshop reguler
  • Berdiskusi terkait best practices
  • Feedback konstruktif yang berkelanjutan
  • Program reward untuk kinerja outstanding

Kolaborasi Strategis:

  • Vendor sebagai partner innovation
  • Joint improvement projects
  • Technology transfer dan knowledge sharing

4. Manajemen Risiko dalam Proses Procurement. Pendekatan proaktif terhadap manajemen risiko yang disetujui bersama antara team FM, procurement dan vendor itu sendiri:

Identifikasi Risiko:

  • Ketergantungan pada vendor tertentu
  • Risiko compliance dan regulasi
  • Single point of failure

Strategi Mitigasi:

  • Multi-sourcing untuk layanan kritis
  • Contractual risk sharing
  • Business continuity planning dengan vendor
  • Insurance requirement yang memadai

Dengan menerapkan 4 hal tersebut, team Procurement akan memberikan vendor yang memberikan manfaat dalam operasional FM, utamanya: 

  1. Penghematan Biaya: dengan adanya kontrak yang lebih optimal.
  2. Kualitas Layanan yang Konsisten: SLA yang jelas dan terukur
  3. Pengurangan Risiko: Mitigasi proaktif terhadap potensi masalah
  4. Innovasi: Vendor menjadi partner pengembangan fasilitas

Team Procurement perlu memiliki program berikut untuk meningkatkan pengelolaan vendor:

  • Membuat Standard Operating Procedure terkait procurement vendor.
  • Menerapkan Sistem Evaluasi kinerja yang objektif dan transparan.
  • Hal di atas dilakukan dengan bekerjasama dengan team operasional sehingga bisa mendapatkan vendor yang tepat dan kinerja yang terukur.
  • Mengembangkan Template Kontrak standar untuk berbagai jenis layanan. Tentunya bekerjasama dengan team legal perusahaan terkait klausa – klausa yang dituliskan dalam kontrak.
  • Investasi dalam pengembangan kapabilitas vendor. Investasi ini bisa berupa edukasi secara regular serta kolaborasi dengan team operasional mengenai harapan dan hasil actual di area kerja.

Standarisasi procurement dalam Facility Management bukan hanya tentang penghematan biaya, tetapi tentang menciptakan ekosistem vendor yang berkualitas, andal, dan berkomitmen terhadap keunggulan operasional yang akan sangat mendukung team FM dalam memastikan pengelolaan fasilitas.

Dengan pendekatan yang terstruktur dan sistematis, perusahaan/organisasi dapat mengubah fungsi procurement dari sekadar administrative cost center menjadi strategic value creator yang memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan dan keberlanjutan fasilitas.

"Vendor yang berkualitas adalah extended team yang membantu mencapai excellence dalam pengelolaan fasilitas."

 

Semoga bermanfaat!



Top 5 Teknologi Facility Management yang Wajib Diketahui di Era Digital


Peran Facility Management (FM) dalam perusahaan semakin strategis. Tidak hanya sebatas menjaga gedung tetap berfungsi, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang aman, efisien, nyaman, dan berkelanjutan. Dengan semakin kompleksnya kebutuhan perusahaan, maka tantangan yang dihadapi oleh FM memerlukan solusi yang lebih cepat, dan terukur. 

Saat ini, kita sebagai Facility Manager memiliki tantangan dalam hal-hal berikut:

  1. Tingginya biaya operasional energi dan pemeliharaan.
  2. Ketidakefisienan dalam mengelola aset dan ruang.
  3. Respons lambat terhadap keluhan pengguna gedung.
  4. Kurangnya data real-time untuk pengambilan keputusan.
  5. Kesulitan memenuhi standar keberlanjutan (ESG).

 

Dalam era digital saat ini, teknologi menjadi solusi utama untuk menjawab tantangan-tantanga tersebut. Berdasarkan insights dari JLL Technologies (JLLT) dan Truein, berikut lima teknologi yang sedang membentuk masa depan FM:

1. Artificial Intelligence (AI) & Machine Learning. AI mengubah FM dari reaktif menjadi proaktif. AI bisa memberikan analisis prediktif, sehingga kita bisa:

  • Memperkirakan kerusakan aset sebelum terjadi (predictive maintenance).
  • Mengoptimalkan penggunaan ruang dan energi berbasis data.
  • Mengotomatiskan layanan melalui AI chatbot untuk respons cepat.

 

2. Internet of Things (IoT) & Smart Building. Penempatan sensor-sensor IoT menghubungkan dunia fisik dengan digital dan menerapkan Smart Building, sehingga bisa:

  • Pemantauan real-time kualitas udara, suhu, dan tingkat hunian.
  • Integrasi dengan Building Management System (BMS) untuk otomatisasi HVAC dan pencahayaan.
  • Gedung menjadi adaptif terhadap kebutuhan penghuni.

 

3. Computerized Maintenance Management System (CMMS) & Integrated Workplace Management System (IWMS). Platform terintegrasi ini menyederhanakan manajemen FM dalam mengelola permintaan/keluhan dari pengguna, jadwal pemeliharaan :

  • CMMS mengelola work order, jadwal perawatan, dan vendor.
  • IWMS memberikan visibilitas penuh atas aset, ruang, dan biaya.
  • Mengurangi downtime dan meningkatkan efisiensi tim.

 

4. Teknologi Lingkungan & Sustainability Tools. Untuk beberapa perusahaan yang sudah mengukur informasi terkait lingkungan, FM memegang peran kunci dalam memastikan data terangkum dengan baik. Beberapa teknologi yang terkait ESG:

  • Smart metering untuk pelacakan konsumsi energi dan air. Informasi ini bisa terhubung dengan BMS serta tercatat dalam Smart Building System.
  • Sensor kualitas udara untuk kesehatan penghuni. Sensor akan memberikan notifikasi jika adanya perubahan Dari kualitas udara di area kerja.
  • Platform pelaporan otomatis untuk target karbon perusahaan yang bisa dikondisikan dengan data secara manual.

 

5. Mobile Apps & Self-Service Platforms. Aplikasi dan platform ini bertujuan untuk Fokus pada pengalaman pengguna:

  • Booking ruang rapat, parkir, atau meja kerja via aplikasi. Secara umum dengan menggunakan MS Outlook atau aplikasi lainnya.
  • Pelaporan kerusakan secara real-time oleh pengguna dengan menggunakan system help desk yang terintegrasi dengan CMMS.
  • Transparansi layanan dan penyelesaian masalah yang cepat dengan menggunakan dashboard mengenai lamanya proses penyelesaian masalah disesuaikan dengan service level yang sudah disetujui.

 

Solusi terkait tantangan sebelumnya bisa dirangkum sebagai berikut:

Tantangan

Solusi

Tingginya biaya operasional energi dan pemeliharaan.

- Pemasangan sensor IOT dan Smart Building.
-  Jadwal pemeliharaan produktif menggunakan CMMS.

Ketidakefisienan dalam mengelola aset dan ruang.

- Implementasi IWMS secara efektif dan terarah.
- Evaluasi secara rutin mengenai efektifitas penggunaan asset dan ruang.

Respons lambat terhadap keluhan pengguna gedung.

- Implementasi system help desk.
- Aktif evaluasi mengenai penyelesaian masalah dengan team FM.- Aktivasi mobile apps dan platform self-service.

Kurangnya data real-time untuk pengambilan keputusan.

- Membuat standarisasi pengukuran terkait Facility Management.
- Implementasi IoT dan Smart Building.- Peningkatan kompetensi dari Facility Manager.

Kesulitan memenuhi standar keberlanjutan (ESG).

- Implementasi teknologi lingkungan dan Sustainability Tools.
- Edukasi terhadap team FM terkait ESG.

 

Lima teknologi tersebut adalah masa depan dari Facility Management untuk menjawab tantangan para Facility Manager.

Mari siapkan fasilitas serta pengetahuan kita dengan pengetahuan serta fasilitas dari teknologi tersebut.

 

Sumber referensi terkait teknologi berdasarkan dari:

1. JLL Technologies – Facilities Management Trends to Watch in 2024:  https://www.jllt.com/blog/facilities-management-trends-to-watch-in-2024

2. Truein – 12 Key Facility Management Trends for 2025: https://truein.com/facility-management-trends



Rabu, 30 Juli 2025

Prinsip Pareto 80/20 dalam Facility Management: Fokus pada Yang Paling Berdampak



Saya baru selesai membaca buku Prinsip 80/20 karangan Richard Koch. Prinsip 80/20, atau dikenal juga sebagai “Pareto Principle”, adalah salah satu konsep paling berpengaruh dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Dikemukakan oleh Richard Koch dalam bukunya “The 80/20 Principle”, prinsip ini mengungkapkan bahwa “80% hasil berasal dari 20% usaha”, artinya, sebagian besar pencapaian kita sebenarnya datang dari sedikit tindakan yang benar-benar penting. 

Saya tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut prinsip 80/20 dalam industry facility management dan menurut beberapa sumber berikut, dalam beberapa hal, prinsip 80/20 berlaku dalam dunia facility management:

  • Menurut Scale123, dalam pengelolaan fasilitas, 20% dari unit, vendor, atau masalah teknis bisa menyumbang 80% dari total keluhan, biaya, atau risiko operasional. Dengan memahami pola ini, facility manager dapat mengalihkan perhatian dari pendekatan serba reaktif ke arah yang lebih fokus dan efisien.
  • FaultFixers menekankan bahwa prinsip 80/20 sangat penting dalam keseimbangan antara preventive dan reactive maintenance. Mereka menunjukkan bahwa sebagian besar downtime, biaya perbaikan, dan keluhan terjadi akibat ketidakteraturan dalam menangani “20% aset bermasalah”.

 

Secara umum, team facility management mengalami hal-hal berikut dalam operasional:

  • Terlalu Banyak Fokus pada “Trivial Many”. Banyak tim FM terjebak dalam upaya menyelesaikan semua masalah secara merata, termasuk masalah kecil yang jarang berdampak besar. Akibatnya, sumber daya tersedot untuk hal yang sebenarnya bisa ditunda atau diotomatisasi.
  • Tidak Memiliki Prioritas Data-Driven. Tanpa data dan visualisasi yang baik (misalnya Pareto Chart), manajer sulit membedakan mana aset, lokasi, atau vendor yang seharusnya menjadi prioritas tinggi.
  • Biaya dan Waktu Hilang untuk Masalah yang Salah. Tanpa strategi Pareto, perusahaan bisa menghabiskan 80% anggaran maintenance untuk 80% aset yang jarang rusak, sementara aset “kritis” luput dari perhatian.

 

Identifikasi “Vital Few” Penyebab Utama:

Sumber dari SSG Insight menyarankan agar manajer fasilitas mengidentifikasi area atau aset yang paling sering menyebabkan gangguan atau keluhan. Ini bisa dilakukan dengan:

  1. Menganalisis data tiket layanan
  2. Mengkaji histori downtime dan biaya perbaikan
  3. Mengklasifikasikan aset berdasarkan criticality level 
  4. Menggunakan Pareto Chart untuk memvisualisasikan 20% penyebab utama

 

Strategi Praktis Penerapan Prinsip 80/20

Berikut langkah konkret yang bisa dilakukan oleh tim facility management berdasarkan keempat sumber:

1. Gunakan CMMS atau Platform Digital. Platform seperti FaultFixers dan lainnya membantu mencatat dan mengelompokkan masalah berdasarkan tipe, lokasi, dan frekuensi. Dengan sistem ini, Anda bisa dengan mudah melihat tren dan sumber masalah dominan.

2. Lakukan Pareto Analysis secara Berkala. Seperti dijelaskan dalam MaintenX, analisis Pareto dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang paling mahal, paling sering terjadi, atau paling mengganggu operasi. Ini membantu manajer menetapkan prioritas perbaikan yang berdampak nyata.

3. Tingkatkan Preventive Maintenance pada Aset Kritis. Setelah mengetahui aset yang menyumbang 80% risiko, jadwalkan preventive maintenance lebih sering pada aset tersebut. Ini akan menurunkan kemungkinan kerusakan dan meningkatkan umur pakai.

4. Evaluasi Vendor atau Kontraktor. Dalam property management, Scale123 mencatat bahwa 20% vendor bisa menyumbang 80% masalah kualitas pekerjaan. Dengan data tersebut, tim bisa mengganti atau memperbaiki kontrak kerja sama.

 

Dengan menerapkan prinsip Pareto 80/20 dalam industry facility management akan menjadi strategi yang sangat relevan untuk facility management modern. Dengan memanfaatkan data historis dan alat analisis sederhana, tim FM bisa memfokuskan usaha pada area yang paling berdampak — baik dalam hal efisiensi biaya, peningkatan layanan, maupun pengelolaan risiko.

 

Ingat, bukan semua masalah harus diselesaikan hari ini. Tapi 20% masalah yang benar harus diselesaikan lebih dulu.

Sumber Referensi:

https://www.scale123.com/pareto-principle-property-management/

https://www.faultfixers.com/blog/the-80-20-rule-for-preventative-and-reactive-maintenance

https://ssginsight.com/about-us/news-events/leveraging-the-80-20-rule-for-success/

https://maintenx.com/the-80-20-rule-of-facility-maintenance/



Sabtu, 19 Juli 2025

Facility Management vs. Workplace Management di Era Kerja Hybrid: 4 Strategy Penting Untuk Integrasi

Setelah lebih dari 25 tahun bekerja di bidang facility management, saya pikir saya cukup familiar dengan istilah, sistem, dan dinamika pekerjaan di dalamnya. Namun, sejak 2020, ada satu istilah yang terus muncul dalam setiap diskusi, webinar, dan bahkan percakapan santai antar team: workplace management.

 

Dulu istilah ini tidak terlalu ramai. Tapi pasca pandemi COVID-19, seolah ada pergeseran besar: bukan hanya soal menjaga fasilitas tetap berfungsi, tapi juga bagaimana fasilitas itu mendukung cara kerja baru—yang fleksibel, digital, dan berbasis pengalaman karyawan.

 

Banyak Organisasi Masih Fokus pada Gedung, Bukan Penggunanya

Saat ini, banyak perusahaan di Indonesia—terutama sektor perbankan, manufaktur, dan instansi publik—masih menganggap facility management (FM) cukup untuk menjalankan operasional kantor. Padahal di era kerja hybrid, pengalaman kerja (employee experience) sudah menjadi faktor utama dalam retensi, produktivitas, bahkan kesehatan mental karyawan.

 

Akibatnya:

  • Ruang kantor tetap rapi, tapi karyawan merasa tidak terhubung.
  • Infrastruktur berjalan baik, tapi ruang meeting jarang dipakai.
  • AC dingin, tapi suara bising membuat fokus terganggu.

 

Belum Ada Pemahaman Jelas tentang Perbedaan FM dan WM

Banyak perusahaan belum membedakan antara FM dan Workplace Management (WPM) karena keduanya sering ditangani oleh tim yang sama. Padahal, fokus, pendekatan, dan stakeholder-nya berbeda:

Aspek

Facility Management

Workplace Management

Fokus

Infrastruktur fisik (gedung, AC, listrik)

Pengalaman kerja karyawan

Tujuan

Efisiensi & kepatuhan

Produktivitas & kepuasan

Pendekatan

Reaktif, operasional

Proaktif, strategis

Stakeholder

Vendor, teknisi, manajemen properti

HR, IT, karyawan

Teknologi

CMMS, sensor gedung

Apps booking ruang, occupancy sensor

 

Integrasi Peran FM dan WPM dalam Strategi Workplace Modern

Dengan adanya perbedaan tersebut, FM dan WPM dapat saling melengkapi. Berikut 4 strategi yang bisa dilakukan perusahaan atau praktisi FM:

1. Tingkatkan Kolaborasi Antarfungsi. FM harus bekerja erat dengan HR, IT, dan bahkan user langsung. Seorang FM perlu mengenal kebutuhan dari team HR, IT dan user dengan salah satu cara melakukan survey terhadap user langsung dan evaluasi terhadap fasilitas yang ada.


2. Kembangkan Skill Baru untuk Team FM. Team FM perlu meningkatkan pemahaman tentang terkait hubungan dengan user langsung, seperti; design thinking, employee journey, dan data analytics. FM tidak hanya bicara genset dan AC, tapi juga tentang how people feel at work.


3. Gunakan Teknologi Terintegrasi. Gabungkan CMMS (untuk infrastruktur) dengan aplikasi workspace experience (untuk pengguna). Menurut saya, ini adalah teknology yang akan sangat membantu jika diterapkan di perkantoran. Misal; suhu ruang otomatis menyesuaikan berdasarkan jadwal meeting dan jumlah orang.

4. Reformasi KPI: 

  • FM: Maintenance plan, efisiensi energi, downtime.
  • WPM: employee satisfaction, tingkat pemanfaatan ruang, adopsi digital tools.

Penggabungan indicator tersebut dalam satu dashboard workplace performance akan menjadikan strategi untuk team FM lebih berkembang.


Sebagai praktisi FM, saya dulu fokus pada satu pertanyaan: “Apakah gedung ini berfungsi?” Tapi sekarang, saya belajar menanyakan hal yang lebih penting: “Apakah orang-orang di dalamnya bisa bekerja dengan optimal dan bahagia?”

Transformasi ini menantang, tapi juga membuka peluang besar untuk menjadikan FM lebih strategis, relevan, dan berdampak langsung ke bisnis.

Saatnya Bertransformasi

  • Apakah perusahaan atau organisasi anda masih memisahkan FM dan WPM sebagai silo?
  • Sudahkah pengalaman kerja masuk dalam diskusi strategi fasilitas?
  • Sebagai team FM, “Apa satu hal yang bisa saya ubah hari ini agar workspace lebih mendukung karyawan?”

Di masa depan, gedung yang hebat bukan hanya yang tidak bocor dan dingin. Tapi gedung yang membuat orang betah, fokus, dan merasa terhubung.

Dan di sinilah FM dan WPM harus berjalan bersama.


Semoga bermanfaat!


Rabu, 04 Juni 2025

7 Kompetensi Inti yang Harus Dikuasai oleh Facility Manager



Saya sudah beberapa kali menuliskan mengenai core competencies yang perlu dimiliki oleh Facility Manager. Dunia facility management selalu berkembang. Hingga hari ini, otomatisasi mulai banyak diimplementasikan, sustainability mulai diterapkan serta perusahaan sudah mulai memiliki ekspektasi bisnis yang lebih besar terhadap facility manager dalam mengelola fasilitas.

Sudah bisa dipastikan, Facility Manager (FM) akan selalu memegang peran penting dalam menjaga operasional bangunan, mendukung produktivitas karyawan perusahaan, dan memastikan keberlanjutan fasilitas.

Saya mendapatkan artikel menarik dari blog IFMA mengenai 7 kompetensi inti (core competencies) berikut harus dikuasai oleh FM untuk sukses di era saat ini, yang baru saja dituliskan di bulan May 2025. Berikut core competencies yang perlu dikuasai oleh FM menurut IFMA:

1. Kepemimpinan dan Strategi (Leadership & Strategy) 

FM perlu memiliki kemampuan memimpin tim dan mengembangkan strategi yang selaras dengan tujuan bisnis perusahaan sangat penting. Ini meliputi: 

  • Perencanaan jangka panjang untuk pengembangan fasilitas. 
  • Kolaborasi dengan stakeholders (manajemen, karyawan, vendor). 
  • Pengambilan keputusan berbasis data untuk meningkatkan efisiensi. 

FM perlu mengerti mengenai bisnis dari perusahaan dan bagaimana facility management menjadi faktor penting yang mendukung lancarnya operasional dari bisnis tersebut. FM harus bisa menjadi penghubung antara operasional fasilitas dan visi perusahaan. 

 

2. Operasional dan Pemeliharaan (Operations & Maintenance) 

FM bertanggung jawab atas kelancaran operasional harian, termasuk: 

  • Preventive & predictive maintenance untuk menghindari downtime. 
  • Manajemen aset (HVAC, listrik, plumbing). 
  • Penerapan teknologi seperti; CAFM (Computer-Aided Facility Management) untuk pemantauan real-time, BMS, CMMS. 

FM perlu melakukan evaluasi secara aktif untuk aktivitas operasional sehingga informasi penting seperti; penggantian material, potensi masalah serta peningkatan kinerja bisa diinformasikan ke team management.

 

3. Keberlanjutan dan Tanggung Jawab Lingkungan (Sustainability & Environmental Stewardship) 

Isu lingkungan dan perhitungan mengenai pemakaian energi semakin kritis serta menjadi perhatian dari perusahaan, karena itu, FM harus menguasai: 

  • Pengelolaan energi dan air (misalnya, sertifikasi LEED atau WELL). 
  • Pengurangan limbah (zero-waste initiatives, daur ulang). 
  • Kepatuhan regulasi lingkungan (seperti ISO 14001). 

FM perlu menambah ilmu dengan belajar memperkenalkan sustainability kepada team management yang memberikan dampak, baik secara internal, focus mengenai penghematan, serta eksternal, terutama reputasi perusahaan. 

 

4. Manajemen Proyek (Project Management)

FM sering terlibat dalam proyek renovasi, relokasi, atau konstruksi. Kompetensi yang dibutuhkan: 

  • Perencanaan anggaran dan timeline. 
  • Koordinasi dengan kontraktor dan arsitek. 
  • Manajemen risiko proyek.

FM perlu belajar mengenai manajemen proyek, sehingga perusahaan melihat nilai tambah dari kita, sebagai FM dalam mengelola proyek. Tentunya, perlu disadari serta dibuatkan batas-batas mengenai role seorang FM dalam mengelola proyek.


5. Komunikasi dan Hubungan Stakeholder (Communication & Relationship Management) 

Sudah teruji, bahwa FM yang benar, harus mampu berkomunikasi efektif dengan berbagai pihak, beberapa komunikasi penting perlu dilakukan, seperti: 

  • Laporan kinerja fasilitas kepada manajemen. 
  • Negosiasi dengan vendor dan penyedia jasa. 
  • Respons cepat terhadap keluhan pengguna fasilitas. 

Komunikasi efektif dengan memastikan sikap proaktif untuk selalu memberikan laporan kinerja serta potensi resiko yang ada, usulan inovasi dan melakukan eskalasi jika ada ketidakcocokan dengan management.


6. Manajemen Keuangan (Financial Management) 

Manajemen keuangan adalah hal utama dalam Facility Management, FM perlu memahami aspek finansial, termasuk: 

  • Penyusunan anggaran tahunan. 
  • Cost-benefit analysis untuk investasi fasilitas. 
  • Pengendalian biaya operasional. 

FM wajib mengerti manajemen keuangan terutama untuk memberikan masukan mengenai potensi biaya tinggi terkait dengan pemeliharaan serta resiko yang mungkin terjadi jika adanya penundaan pemeliharaan (resiko kecil atau besar).


7. Kualitas dan Pengukuran Kinerja (Quality & Performance Measurement)

FM perlu mengerti secara penuh, target performance yang perlu dicapai dalam facility management, sehingga harus bisa mengevaluasi kinerja fasilitas melalui: 

  • Key Performance Indicators (KPIs) seperti uptime peralatan, kepuasan pengguna. 
  • Benchmarking dengan standar industri. 
  • Audit fasilitas secara berkala. 

Performance dari facility management akan terhubung dengan performance dari perusahaan, utamanya energi, biaya operasional serta keuangan.


Dari IFMA, FM perlu memiliki 11 kompetensi inti, adapun penguasaan dari 7 kompetensi inti ini akan memberikan impact yang lebih besar untuk perusahaan, serta kita, sebagai Facility Manager, akan menjadi FM yang lebih baik dengan penguasaan 7 kompetensi inti ini.

 

Sumber:

  • [IFMA Blog – 7 Core Competencies Every Facility Manager Needs to Master](https://blog.ifma.org/7-core-competencies-every-facility-manager-needs-to-master) 
  • Dengan menambahkan informasi sesuai pengalaman dari penulis.

3 Trend ESG di Tahun 2025


Environmental, Sustainability and Governance (ESG) adalah salah satu factor penting dalam dunia facility management saat ini. Secara umum di Indonesia, pergerakan dari peran ESG dalam dunia korporasi sudah mulai terasa.

Berdasarkan tulisan dari Jim Turner di www.facilitiesnet.com mengenai kondisi ESG di tahun 2025, dia menuliskan mengenai 3 trend makro berkelanjutan yang masih relevant untuk tahun 2025:


Trend 1: Energy Management

Energy management adalah hal pertama yang dipikirkan untuk manajemen perusahaan jika membahas ESG, terutama terkait sustainability. Energy Management menciptakan potensi untuk mengurangi biaya operasional melalui konsumsi energi yang lebih rendah. Peluang proyek di area ini berkisar dari pemasangan retrofit pengurangan energi, mengintegrasikan sumber energi terbarukan, dan menerapkan sistem manajemen energi yang melacak dan membantu mengoptimalkan penggunaan energi.

 

Upaya meningkatkan efisiensi energy telah dilakukan dengan beberapa cara antara lain:

  • Sistem pencahayaan: mengganti dengan LED hemat energi, dan mengganti HVAC system menjadi lebih baru dan efisien.
  • Penggunaan smart control yang mengoptimalkan penggunaan energi melalui, movement sensor, occupancy sensor atau timer on-off.
  • Penghematan air: mengganti keran lama, kepala shower, dan toilet dengan model aliran rendah, dan memasang sistem deteksi kebocoran.
  • Daur ulang air: mengumpulkan dan menyimpan air hujan untuk penggunaan non-potable, seperti irigasi dan pembilasan toilet.

 

Solusi renewable energy juga telah populer selama beberapa dekade ini (Amerika) dan dalam beberapa tahun terakhir (Indonesia).

Solusi surya paling populer adalah sistem photovoltaic (PV) – solar panel, yang mengubah sinar matahari langsung menjadi energi untuk menyalakan pencahayaan, peralatan, dan sistem HVAC.

Turbin angin tersedia dalam berbagai ukuran, termasuk proyek bangunan tunggal yang dipasang di atap atau ruang lain yang cocok untuk upaya skala komunitas atau kampus yang lebih besar.

Pompa panas geotermal lebih kompleks daripada proyek surya atau angin, tetapi memberikan pemanasan dan pendinginan yang efisien dengan menggunakan suhu stabil bumi.(catatan: system ini masih belum popular di Indonesia).

 

Tren 2: AI dan Teknologi

Artificial Intelligence (AI) – kecerdasan buatan akan mengubah manajemen fasilitas dengan memungkinkan pemeliharaan prediktif, meningkatkan pemanfaatan ruang, dan meningkatkan keamanan melalui analisis data dan otomatisasi. Beberapa dampak AI yang diharapkan meliputi:

  • Pemeliharaan prediktif: dapat melakukan analisa data dari catatan historis dan sensor, algoritma AI dapat memprediksi kemungkinan dan waktu kegagalan potensial untuk sistem penting seperti elevator, HVAC, dan generator, mendorong pendekatan proaktif terhadap pemeliharaan serta menghindari downtime. AI dapat menilai pola kinerja peralatan yang memungkinkan jadwal pemeliharaan lebih efisien dan memprioritaskan sistem kritis.
  • Pemanfaatan ruang: pelajaran yang dipetik dari era Work from Office (WFH) pasca-COVID-19 menunjukkan bahwa memerlukan pendekatan baru untuk mendapatkan pengalaman kerja yang baru kepada para karyawan bekerja di kantor umumnya terkait kenyamanan bekerja dan kualitas hidup dari para karyawan. AI memfasilitasi analisis pola okupansi dan preferensi karyawan, mengarah ke ruang yang dioptimalkan yang menghilangkan kepadatan dan mendorong pemanfaatan area yang kurang dimanfaatkan. Pada level berikutnya adalah smart workplace yang menggunakan AI untuk menyesuaikan ruang dengan kebutuhan dan preferensi penghuni dengan menyesuaikan pencahayaan, suhu, dan akustik.
  • Peningkatan keamanan dan keselamatan: AI menawarkan kesempatan untuk meningkatkan keamanan fasilitas dan karyawan melalui access control dan detection sensor jika ada yang mencurigakan. Dengan keamanan sebagai tujuan utama, AI dapat membantu mengelola access control sehingga personel yang berwenang dapat masuk dan keluar tempat kerja tanpa hambatan, sementara pengunjung diproses secara efisien dan akses mereka dibatasi pada ruang yang diizinkan.

 

Tren 3: Dampak untuk Sektor Publik  

Khusus untuk Amerika Serikat: belum ada kejelasan mengenai penetapan arah baru untuk keberlanjutan di sektor public, seperti Executive Order 14057 tahun 2021 "Catalyzing Clean Energy Industries and Jobs Through Federal Sustainability," yang menetapkan jadwal ambisius untuk mencapai listrik bebas polusi dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

 

Secara umum, meskipun kemajuan ESG terlihat jelas di negara-negara Asia, tantangan regional masih signifikan dengan adanya kesenjangan implementasi antara ekonomi maju dan berkembang di Asia. Negara-negara dengan sumber daya terbatas menghadapi dilema dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan aspirasi keberlanjutan. Nantinya, transformasi digital, pertumbuhan keuangan berkelanjutan seperti obligasi hijau pemerintah, dan kolaborasi multi-stakeholder menjadi pendorong utama kemajuan ESG di sektor publik Asia, yang secara bertahap mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam inti pengelolaan pemerintahan dan layanan publik.

 

Catatan:


Sabtu, 24 Mei 2025

5 Faktor Penting yang Perlu Diketahui Praktisi Facility Management di Tahun 2025

Facility Management (FM) terus berkembang seiring dengan perubahan teknologi, tuntutan bisnis, dan kebutuhan pengguna. FM sudah lebih dari hanya tentang menjaga agar lampu tetap menyala. Seiring berkembangnya gedung menjadi ekosistem pengalaman, efisiensi, dan kepatuhan ESG, para pemimpin FM dituntut untuk memberikan lebih dari sekadar waktu aktif—mereka diminta untuk memberikan kepercayaan.

Berdasarkan artikel yang dituliskan oleh Myles Jensen di Facility Executive (facilityexecutive.com) tentang "Branding by Design: A Strategic Lever for FM Leaders in 2025", berikut lima faktor penting yang harus dipahami oleh praktisi FM/Facility Manager untuk tetap kompetitif dan efektif:  

1. Brand sebagai Infrastruktur Internal, Bukan Sekadar Logo.

Dalam industri Facility Management (FM), brand berfungsi sebagai sistem operasi internal yang membentuk seluruh aspek bisnis. Ini bukan hanya tentang logo atau materi pemasaran, tetapi merupakan fondasi yang mempengaruhi bagaimana staf berkomunikasi, bagaimana client memandang nilai layanan, dan bagaimana bisnis membangun kepercayaan di pasar yang kompetitif.

Menurut, Jensen & Jensen, sebuah agensi brand dan desain yang berfokus pada FM dan built environment, menekankan bahwa "Jika terlihat, itu adalah brand." Artinya, segala hal mulai dari cara menjawab telepon, penampilan kendaraan operasional, hingga pendekatan dalam proses pengadaan, semuanya merupakan bagian dari ekspresi brand. Dalam sektor di mana FM dapat mewakili hingga 30% dari biaya operasional, kepercayaan dan konsistensi menjadi kebutuhan komersial yang mutlak.

 

2. Identitas Modern sebagai Dasar untuk Ruang Kerja Modern

Desain ruang kerja fisik pada dasarnya adalah keputusan branding. Branding menjadi dasar yang menginformasikan perubahan lingkungan. Menurut pengalaman dari Jensen & Jensen, client-client FM yang melakukan rebrand menggunakan identitas baru mereka sebagai cetak biru untuk mendesain ulang seragam, papan petunjuk stasiun pembersihan, tata letak kantor, dan manual pelatihan. Efek riak terlihat di seluruh budaya tim dan interaksi client. Desain yang baik tidak hanya bersifat kosmetik; ia mempengaruhi suasana hati, motivasi, dan memori—tiga hal yang tidak boleh diabaikan oleh leader FM.

Dengan kata lain, FM yang mengerti mengenai desain ruang kerja, akan bisa menciptakan pengalaman yang konsisten dan bermakna di seluruh titik kontak fisik dan digital.

 

3. Warisan Tanpa Relevansi Adalah Beban

Banyak brand FM yang sukses dan dihormati—sering kali dengan warisan puluhan tahun—tetapi warisan tidak menjamin relevansi (hubungan). Material brand yang ketinggalan zaman—situs web yang usang, presentasi yang kaku, atau bagan organisasi yang membingungkan—dapat secara perlahan mengikis persepsi kredibilitas, terutama di mata client atau pemangku kepentingan yang lebih muda. Dalam satu proyek yang ditangani Jensen & Jensen, penyedia layanan berusia 50 tahun datang dengan kekhawatiran ini. Secara eksternal, mereka merasa terjebak di masa lalu. Secara internal, staf bangga—tetapi terputus dari babak berikutnya perusahaan.

 

4. Tahun 2025 sebagai Titik Infleksi Strategis untuk Branding FM

Sektor FM berada di persimpangan jalan dengan beberapa tren konvergen (tren yang bertabrakan – tidak normal) yang meningkatkan kebutuhan akan strategi brand:

 

  • Tekanan ESG dan Compliance: Dengan meningkatnya ekspektasi organisasi seputar keberlanjutan dan etika, penyedia FM diperiksa dengan lebih ketat. Brand yang jelas dan kredibel menjadi jalan pintas menuju keandalan yang dipersepsikan.
  • Transformasi Digital: Platform dan alat baru membutuhkan user experience (UX) yang lebih baik, onboarding yang lebih baik, dan komunikasi yang lebih baik. Branding mendasari ketiganya.
  • Pergeseran Tenaga Kerja: Dengan lima generasi yang sekarang hidup berdampingan di tempat kerja, identitas brand menjadi perekat—membantu staf lama dan baru menemukan bahasa dan tujuan bersama.
  • Kecanggihan Client: Pengadaan tidak lagi hanya digerakkan oleh harga. Persepsi brand dapat mempengaruhi keputusan shortlist, bahkan sebelum penilaian kemampuan dimulai.

 

5. Langkah Praktis untuk Facility Manager Mengoptimalkan Strategi Brand

Sebagai Facility Manager (FM), perlu mengambil beberapa langkah konkret untuk memaksimalkan nilai brand mereka:

  • Audit Setiap Titik Kontak: Periksa situs web, deck proposal, seragam, dan dokumen internal. Apa yang mereka katakan tentang siapa kita/FM Provider.
  • Libatkan Team: Branding bukan hanya latihan top-down. Libatkan staf garis depan, team engineer, dan tim administrasi. Masukan mereka adalah sangat penting untuk brand.
  • Sederhanakan, Kemudian Sistematis: Kejelasan mengalahkan kecerdikan. Hapus jargon. Buat sistem yang dapat diskalakan—dari signage hingga template email—sehingga semua orang tetap on-brand tanpa memerlukan gelar desain.
  • Jadikan Terukur: Lacak metrik berbasis brand. Kepuasan karyawan. Tingkat kemenangan dalam penawaran. Waktu yang dihabiskan untuk onboarding. Brand yang dilakukan dengan benar mengurangi gesekan—dan gesekan memiliki biaya.

Bisa disimpulkan bahwa dalam industri Facilities Management, brand merupakan sistem operasi strategis yang menyelaraskan orang, tujuan, dan kinerja. Bagi para pemimpin FM menghadapi tahun 2025, mengabaikan aspek branding berarti terus kehilangan nilai, sementara mengelolanya dengan tepat akan memperkuat seluruh operasi.


Sumber:  

  • Tulisan berdasarkan: Facility Executive - Branding by Design](https://facilityexecutive.com/branding-by-design-a-strategic-lever-for-fm-leaders-in-2025/).
  • Penulis: Jensen adalah Creative Director dan salah satu Pendiri Jensen & Jensen, sebuah agensi merek dan desain yang berbasis di Inggris yang mengkhususkan diri di sektor facility management dan built environment. Berdasarkan perpaduan pengalaman antara bekerja di agensi dan pengalaman in-house, Myles telah berkolaborasi dengan klien di bidang properti, kebersihan, dan real estate —termasuk The Crown Estate, Endersham Cleaning Co., Cushman & Wakefield, dan lainnya.

4 Implementasi Chatham House Rules dalam Dunia Facility Management


Saya mendapatkan kata-kata baru yaitu: Chatham House Rule.  Chatham House Rule adalah aturan yang diterapkan dalam diskusi/meeting yang menyatakan bahwa peserta diskusi/meeting bebas menggunakan informasi dari diskusi, namun identitas atau afiliasi narasumber maupun peserta lainnya tidak boleh diungkapkan. Ternyata, chatham house rules ini sudah ada sejak tahun 1927 dan diperbarui terakhir di tahun 2002

Chatham House Rule ini sangat bisa diterapkan di dunia Facility Management (FM). Dalam dunia FM, komunikasi yang jujur, terbuka, dan kolaboratif sangat penting untuk menghadapi kompleksitas operasional, dinamika organisasi, dan tekanan dari berbagai pemangku kepentingan. Implementasi Chatam House Rules ini akan memperkuat kualitas diskusi dan pengambilan keputusan di lingkungan FM yang dilakukan antar team FM, vendor dan consultant (Jika ada). 

Implementasi Chatham House Rules ini dapat menciptakan ruang yang aman untuk bertukar pikiran secara terbuka tanpa rasa takut akan dampak reputasional atau profesional.

 

Kita, sebagai team FM, akan selalu melakukan diskusi dan brainstorming dalam banyak aspek; hal-hal strategis, kepuasan client, efisiensi biaya, keselamatan, keberlanjutan, transformasi digital dan banyak lainnya. Banyak hal-hal yang didiskusikan akan melibatkan kepentingan lintas departemen dan beberapa akan bersifat sensitif. 

Untuk memastikan diskusi berjalan produktif dan efektif, berikut 4 implementasi Chatham House Rules dalam FM:

 

1) Diskusi Strategi dan Perubahan Layanan. Kita sebagai manajer FM agar dapat menyampaikan kritik atau masukan tajam terhadap pihak internal atau eksternal tanpa khawatir akan konflik.

Misalnya saat mengevaluasi vendor eksternal, memutuskan model pengelolaan fasilitas (in-house vs outsourcing), atau merancang perencanaan jangka panjang. 

 

2) Forum Evaluasi Kinerja dan Risiko. Saat team FM melakukan audit internal, risk assessment, atau evaluasi kepatuhan terhadap standar (misalnya ISO 41001). Diskusi mengenai kekurangan atau potensi risiko sering kali menyangkut nama individu atau unit kerja tertentu. Dengan Chatham House Rule, penilaian bisa dibahas dengan lebih jujur dan solutif.

 

3) Pertemuan dengan Vendor atau Partner Service. Team FM dapat meberikan masukan terkait performa dari partner/vendor saat melakukan evaluasi vendor. Diskusi agar dilakukan secara tertutup dan bisa membahas performa, negosiasi kontrak dan/atau kualitas layanan. Aturan ini akan membantu menjaga profesionalisme dan objektivitas tanpa mempermalukan pihak mana pun di forum terbuka.

 

4) Pengembangan Tim Internal. Seorang Facility Manager dan team akan lebih nyaman berbagi tantangan, kegagalan, atau ide-ide inovatif dalam sesi pelatihan dan sesi refleksi/brainstorming dari team FM. 

 

Untuk memastikan implementasi Chatham house rules efektif di lingkungan FM, perlu dilakukan hal-hal berikut:  

  • Komunikasikan aturan sejak awal rapat atau forum. Tambahkan dalam undangan atau sampaikan secara eksplisit sebelum diskusi dimulai.
  • Fasilitasi diskusi dengan moderator netral yang menjaga alur diskusi tetap produktif dan menghormati privasi peserta.
  • Gunakan untuk sesi tertentu saja, terutama yang bersifat reflektif, evaluatif, atau sensitif. Tidak semua forum perlu aturan ini.
  • Bangun budaya saling percaya di antara anggota tim dan stakeholder FM agar aturan ini tidak sekadar formalitas, tapi sungguh-sungguh dihormati.


Sebagai penutup, penerapan Chatham House Rules dalam dunia Facility Management bukan hanya soal menjaga kerahasiaan identitas, tapi juga soal menciptakan budaya dialog yang sehat, transparan, dan produktif. Dalam menghadapi kompleksitas tugas pengelolaan fasilitas — dari pemeliharaan teknis hingga pelayanan pelanggan — aturan ini membantu para profesional FM untuk berani bersuara, mengevaluasi secara jujur, dan menghasilkan solusi yang lebih berdampak dan berkelanjutan.

 

Semoga bermanfaat!


Minggu, 11 Mei 2025

Belajar dari Tokyo: 5 Strategi Pengelolaan Fasilitas yang Bersih dan Tertib

Kota Tokyo di Jepang telah lama menjadi simbol efisiensi, kebersihan, dan keteraturan yang luar biasa. Saya bersyukur diberikan kesempatan untuk berlibur ke Tokyo di bulan April 2025 kemarin dan menyaksikan bagaimana lingkungan dan fasilitas tertata rapi, serta masyarakat yang disiplin dalam menjaga ketertiban.

Jika dikaitkan dalam konteks facility management (FM), saya rasa akan ada banyak pelajaran berharga yang dapat kita ambil dan terapkan untuk meningkatkan kualitas facility management di Indonesia.


Berikut 5 hal yang bisa menjadi pembelajaran utama dari Jepang:

  • Budaya Disiplin sebagai Fondasi. Salah satu kunci utama keberhasilan Tokyo adalah budaya disiplin masyarakatnya. Perlu diakui, budaya disiplin masyarakat Jepang bukan terbentuk secara instan, tetapi merupakan hasil dari akumulasi nilai-nilai sejarah, pendidikan karakter sejak dini, norma sosial yang kuat, dan sistem yang mendukung.
  • Manajemen Sampah yang Efisien. Tokyo menerapkan sistem pemilahan sampah yang ketat. Ternyata, sulit menemukan tempat sampah di Tokyo, dan menariknya, sampah sampah sangat sedikit ditemukan di area umum. Saya tidak menemukan truk sampah, tukang sampah, dan/atau gerobak sampah saat berjalan jalan, sehingga, saya berasumsi bahwa jadwal pengambilan sampah adalah sangat ketat dan disiplin. 
  • Infrastruktur dan Perencanaan yang Detail. Fasilitas publik di Tokyo dirancang dengan detail: signage jelas, sistem pencahayaan optimal, ventilasi baik, dan kemudahan akses untuk semua kalangan (termasuk penyandang disabilitas).
  • Perawatan Preventif yang Konsisten. Fasilitas yang saya lewati saat berjalan di Tokyo terlihat terawat, sedikit personnel kebersihan ditemukan di jalan (pagi, siang, malam dan sore hari). Saya berasumsi bahwa pemerintah memiliki sistem maintenance yang ketat dan terorganisir dengan baik. 
  • Kolaborasi Kuat dengan banyak pihak. Saya tidak mempunyai data pasti, hanya saya yakin, bahwa kebersihan, kerapihan dan keteraturan yang terjadi adalah berdasarkan kolaborasi yang kuat antara pihak pemerintah, swasta, dan masyarakat Jepang sendiri, terutama regulasi yang jelas dan tepat, pihak eksekusi yang konsisten serta disiplin dari Masyarakat.

Sebagai praktisi facility management, hal-hal di atas bisa diterapkan dalam hari-hari seorang Facility Manager. Berikut 5 hal yang bisa dilakukan oleh seorang Facility Manager untuk fasilitasnya:

  1. Budaya Disiplin sebagai Fondasi. Disiplin terhadap diri sendiri dan team FM, melakukan aktivitas edukasi secara regular, termasuk; membuat house-rules, melakukan sosialisasi dengan rutin berbicara kepada team FM, dan pengguna dari fasilitas. Tentunya, rutin untuk melakukan inspeksi dan memberikan peringatan jika ada hal-hal yang tidak sesuai serta memberikan reward kepada yang sudah menjalankan.
  2. Manajemen Sampah yang Efisien. Membuat SOP pemilahan sampah di area fasilitas. Menyediakan tempat sampah terpilah di titik strategis. Membuatkan program pelatihan pemilahan sampah untuk petugas kebersihan dan pengguna gedung. Bekerja sama dengan pengelola limbah daur ulang dan pemerintah daerah untuk distribusi akhir.
  3. Infrastruktur dan Perencanaan yang Detail. Sebagai FM, kita akan mengoptimalkan fasilitas, sehingga tidak akan membuat perencanaan baru. Yang bisa dilakukan adalah; melakukan audit fasilitas secara berkala untuk menilai kualitas penerangan, sirkulasi udara, aksesibilitas dan fasilitas lainnya masih sesuai dengan standard awal. Buatkan daftar temuan serta rekomendasi perbaikan jika perlu. Membuatkan usulan/rekomendasi untuk renvoasi serta membuatkan standard untuk pembangunan baru berdasarkan design awal (berdasarkan persetujuan pemilik/management).
  4. Perawatan Preventif yang Konsisten. Memastikan jadwal preventif dibuatkan minimal untuk periode 1 tahun, menerapkan pemakaian Computerized Maintenance Management System (CMMS) untuk jadwal dan pencatatan kegiatan pemeliharaan (jika perlu). Pelatihan teknisi dalam teknik inspeksi awal dan pelaporan kondisi secara aktif. Melakukan evaluasi dan analisa histori kerusakan untuk pembuatan rencana pemeliharaan yang lebih akurat secara rutin minimal setiap 3 bulan.
  5. Kolaborasi Kuat dengan banyak pihak. Untuk dunia FM, pihak-pihak terkait umumnya adalah pengguna/operasional, keuangan/finance, vendor dan management dari perusahaan. Kolaborasi dengan membuat program kebersihan kantor dengan pelatihan oleh vendor, memastikan cost saving untuk perusahaan, perubahan mindset karyawan terkait pengelolaan sampah, serta exposure ke masyarakat terkait citra perusahaan. Untuk fasilitas yang besar dan melibatkan masyarakat sekitar, bisa dibuatkan program menjalin kemitraan dengan komunitas lokal dan penyewa fasilitas dalam program kebersihan bersama.

Kesimpulan

Tokyo adalah salah satu contoh nyata yang bisa dijadikan target akhir oleh team FM. Perlu disadari, bahwa program-program tersebut bisa dilakukan karena ada yang sudah berhasil melakukannya. 

Dengan menggabungkan kedisiplinan budaya, pemanfaatan teknologi, dan kolaborasi lintas pihak, facility management di Indonesia dapat naik kelas—menuju lingkungan yang lebih bersih, teratur, dan manusiawi.


Semoga bermanfaat

Kamis, 24 April 2025

Facility Manager Wajib Baca! 5 Strategi Tingkatkan Skill dengan Growth Mindset



Kita, sebagai seorang Facility Manager (FM), akan selalu mendapatkan tantangan dalam mengelola fasilitas ditambah infrastruktur terus berkembang seiring dengan perubahan teknologi, regulasi, dan kebutuhan pengguna. 
Untuk tetap relevan dan efektif dalam peran ini, seorang FM harus mengadopsi **growth mindset**—keyakinan bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan melalui dedikasi, pembelajaran, dan pengalaman.  

Apa Itu Growth Mindset dan Mengapa Penting bagi Facility Manager?
Growth mindset, konsep yang dipopulerkan oleh Carol Dweck, adalah pola pikir yang percaya bahwa keterampilan dan kompetensi dapat ditingkatkan melalui usaha dan pembelajaran. 
Berbeda dengan **fixed mindset** yang menganggap kemampuan bersifat statis, growth mindset mendorong individu untuk melihat tantangan sebagai peluang berkembang.  

Bagi seorang Facility Manager, growth mindset sangat penting karena:  
1. Perubahan Teknologi yang Cepat. Dunia fasilitas manajemen kini melibatkan IoT, smart buildings, dan sistem otomatisasi. Tanpa kemauan belajar, kita sebagai FM akan tertinggal.  
2. Tuntutan Efisiensi dan Sustainability. Regulasi dan ekspektasi terkait green building serta efisiensi energi menuntut FM untuk terus memperbarui pengetahuannya.  
3. Manajemen Krisis dan Adaptabilitas. Pandemi COVID-19 membuktikan bahwa FM harus cepat beradaptasi dengan protokol kesehatan dan perubahan pola kerja (seperti hybrid working).  

5 Strategi Mengembangkan Growth Mindset sebagai Facility Manager

Berikut strategi yang perlu dilakukan oleh seorang Facility Manager agar dapat selalu berkembang menghadapi kemajuan jaman di dunia facility management:
1. Menerima Tantangan sebagai Peluang Belajar. Seorang FM sering menghadapi masalah seperti breakdown infrastruktur, ketidakpuasan pengguna, atau anggaran terbatas. Alih-alih frustrasi, luangkan waktu untuk mempertanyakan kepada diri sendiri: 
  • Apa yang bisa saya pelajari dari situasi ini?
  • Bagaimana solusi ini bisa lebih baik di masa depan?
Contoh: Ketika sistem HVAC sering bermasalah, FM dengan growth mindset akan mempelajari root cause-nya, mencari pelatihan terkait HVAC optimization, atau berkonsultasi dengan ahli.  

2. Proaktif dalam Pembelajaran dan Pengembangan Skill. Perhatikan organisasi tempat kita bekerja, apa saja hal-hal apa yang menjadi perhatikan dari manajemen, lalu
  • Ikuti Pelatihan dan Sertifikasi** (e.g., ISO Auditor, CFM, FMP, atau kursus BIM/Smart Building).  
  • Baca Industri Trends. Berlangganan (subscribe jurnal seperti; Facilities Management Journal, menjadi anggota asosiasi - PAMFI, atau ikuti webinar dari IFMA (International Facility Management Association).  
  • Belajar dari Rekan dan Mentor. Kenalan dengan praktisi FM, bisa melalui LinkedIn atau jejaringan. Ajak ketemu dan melakukan diskusi dengan praktisi FM atau FM lain.
3. Menerima Feedback dan Kritik sebagai Bahan Evaluasi. Jika mempunyai anggota team FM, lakukan meeting 1 on 1 dengan team dan meminta masuk an.  Juga membuatkan survey kepuasan kepada user.FM yang efektif tidak defensif saat menerima masukan. Sebaliknya, gunakan feedback untuk:  
  • Meningkatkan layanan fasilitas.  
  • Memperbaiki proses maintenance.  
  • Menyesuaikan strategi dengan kebutuhan pengguna.  
4. Berinovasi dengan Eksperimen dan Data-Driven Decision Making. Untuk memiliki pola "Growth mindset" mendorong eksperimen. Sebagai FM, kita bisa melakukan:
  • Gunakan hasil data dari Building Management System (BMS) atau data dari Computerized Maintenance Management System (CMMS)- jika ada,  untuk analisis data energi dan prediktif maintenance.  
  • Mencoba metode baru (misalnya, penerapan renewable energy atau space utilization analytics). Bisa juga metode komunikasi yang berbeda dengan team atau vendor dengan menggunakan digital (Google sheet, MS Teams, atau lainnya).  
  • Membuat waktu khusus terjadwal untuk melakukan evaluasi hasil dan iterasi untuk perbaikan berkelanjutan.  
5. Membangun Tim yang Juga Ber-growth Mindset. Sebagai pemimpin dalam organisasi FM, seorag Facility Manager harus mendorong tim untuk:  
  • Berani mencoba solusi baru.  
  • Belajar dari kegagalan tanpa menyalahkan.  
  • Kolaborasi lintas departemen untuk solusi holistik.  
Kesimpulan  
Mengadopsi growth mindset bukan hanya tentang "belajar hal baru", tetapi juga tentang "mengubah cara berpikir" dalam menghadapi tantangan. 
Sebagai Facility Manager, dengan terus mengembangkan diri, terbuka terhadap perubahan, dan berfokus pada solusi, Anda tidak hanya meningkatkan kapabilitas pribadi tetapi juga membawa nilai tambah bagi organisasi.  

Ayo! Kita mulai hari ini!   
- Identifikasi satu keterampilan baru untuk dipelajari (misalnya, data analytics untuk fasilitas).  
- Cari mentor atau rekan diskusi.  
- Jadikan setiap masalah sebagai stepping stone untuk menjadi FM yang lebih baik.  

Dengan growth mindset, kita tidak hanya menjadi pengelola fasilitas, tetapi "pemimpin inovasi" yang siap menghadapi masa depan.  

Semoga bermanfaat!

Rabu, 09 April 2025

5 Tantangan Integritas Facility Manager dalam Aktivitas Operasional

TEMPO.CO, Jakarta, berita tertanggal 14 Maret 2025: Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, menyebutkan bahwa kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina subholding periode 2018-2023 bisa lebih besar dari Rp 193,7 triliun, karena angka tersebut hanya untuk kerugian pada 2023. Sedangkan, tindak pidana korupsi ini telah terjadi sejak 2018 hingga 2023.

Korupsi bisa terjadi karena hilangnya integritas dari seseorang, terutama yang bertanggung jawab di bidang tersebut. Integritas seorang Facility Manager adalah penting dalam menjalankan operasional. Facility Manager (FM) memegang kendali penting dalam operasional dan keberlangsungan sebuah organisasi.

 



Menurut saya, berikut 5 Faktor yang Dapat Mengganggu Integritas Seorang Facility Manager:

1. Kurangnya Pemahaman tentang Etika Bisnis & Regulasi. Penting untuk memahami etika bisnis dan regulasi yang berlaku. Tanpa pemahaman yang jelas, seorang Facility Manager mungkin secara tidak sengaja melanggar aturan atau terlibat dalam praktik yang tidak etis. Misalnya, menerima hadiah dari vendor tanpa menyadari bahwa hal tersebut dapat dianggap sebagai bentuk suap atau gratifikasi yang dilarang.

 

Perusahaan perlu memberikan panduan yang jelas dan terperinci mengenai etika bisnis, termasuk batasan dalam berinteraksi dengan vendor, kebijakan hadiah, dan larangan terhadap praktik suap. Pelatihan reguler, baik melalui workshop, email, atau quiz, dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang etika bisnis.

 

2. Budaya Perusahaan yang Tidak Mendukung Integritas. Lingkungan kerja memiliki pengaruh besar terhadap perilaku individu. Facility Manager mungkin akan terbawa arus dan menganggap praktik tidak etis sebagai hal yang wajar. Contohnya, jika atasan atau rekan kerja sering menerima hadiah dari vendor tanpa konsekuensi, Facility Manager dan team lainnya mungkin akan mengikuti jejak mereka karena merasa tidak ada dampak negatif yang signifikan.

 

Untuk mengatasi hal ini, perusahaan harus menciptakan budaya yang mengutamakan integritas dan transparansi. Pimpinan perusahaan harus menjadi teladan dalam menjalankan nilai-nilai etika, dan setiap pelanggaran harus ditindak tegas tanpa pandang bulu. Selain itu, perusahaan dapat membentuk sistem whistleblowing yang aman bagi karyawan untuk melaporkan pelanggaran tanpa takut akan pembalasan.

 

3. Kurangnya Pengawasan & Akuntabilitas. Perlu adanya sistem pengawasan yang ketat dan akuntabilitas yang jelas dalam perusahaan. Seorang Facility Manager mungkin tergoda untuk menyalahgunakan wewenangnya. Misalnya, dalam proses pengadaan barang atau jasa, jika tidak ada mekanisme verifikasi yang baik, Facility Manager dapat memanipulasi laporan atau memilih vendor yang tidak kompeten untuk keuntungan pribadi.

 

Untuk mencegah hal ini, perusahaan perlu menerapkan sistem pengawasan yang kuat, seperti audit internal secara berkala, proses approval multi-level untuk pengeluaran besar, dan penggunaan teknologi untuk mencatat semua transaksi secara transparan. Dengan adanya sistem ini, setiap keputusan dan tindakan Facility Manager dapat dilacak dan dipertanggungjawabkan.

 

4. Lingkungan Kerja yang Tidak Transparan. Transparansi dalam proses pengambilan keputusan sangat penting untuk menjaga integritas. Jika lingkungan kerja tidak transparan, misalnya dalam proses tender atau pemilihan vendor, Facility Manager dapat dengan mudah memanipulasi hasil untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Contohnya, hanya mengundang vendor tertentu dalam tender atau tidak mengumumkan nilai kontrak secara terbuka.

 

Proses pengadaan yang terbuka dan kompetitif perlu ada dan terdokumentasi. Semua informasi terkait tender harus dapat diakses oleh pihak yang berkepentingan, dan keputusan harus didasarkan pada kriteria yang objektif.  

 

5. Konflik Kepentingan (Conflict of Interest). Konflik kepentingan terjadi ketika Facility Manager memiliki hubungan pribadi atau kepentingan lain dengan vendor atau pihak terkait yang dapat memengaruhi keputusannya secara profesional. Misalnya, memilih vendor yang dimiliki oleh keluarga atau teman dekat, meskipun vendor tersebut tidak menawarkan harga atau kualitas terbaik.

 

Untuk menghindari konflik kepentingan, perusahaan harus mewajibkan Facility Manager untuk mendeklarasikan setiap hubungan yang berpotensi menimbulkan konflik. Selain itu, rotasi tugas atau pembatasan interaksi dengan vendor tertentu dapat mengurangi risiko terjadinya praktik tidak etis. Kebijakan yang melarang penerimaan hadiah atau fasilitas pribadi dari vendor juga perlu diterapkan dengan tegas.

Kesimpulan

Kita sebagai Facility Manager perlu menjaga integritas. Akan selalu ada tantangan untuk Facility Manager, terutama ketika dihadapkan pada faktor-faktor seperti kurangnya pemahaman etika bisnis, budaya perusahaan yang buruk, pengawasan yang lemah, lingkungan kerja tidak transparan, dan konflik kepentingan.

Namun, dengan kesadaran yang tinggi, dukungan dari perusahaan, dan sistem yang baik, integritas dapat tetap terjaga. Perusahaan harus aktif menciptakan lingkungan yang mendukung praktik etis dan memberikan alat serta kebijakan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran. Pada akhirnya, integritas bukan hanya tentang mematuhi aturan, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan reputasi yang baik dalam jangka panjang.

 

Semoga bermanfaat!

4 Hal Penting Procurement dalam Facility Management

Dalam mengelola fasilitas, kita sebagai Facility Manager akan terhubung dengan vendor yang mendukung fasilitas tersebut. Pastinya, mengelola...