Senin, 28 Oktober 2024

SOP Esensial bagi Facility Manager dalam Mengelola Fasilitas Perkantoran

Apakah Anda seorang facility manager baru yang ingin memulai dengan langkah yang benar, atau seorang profesional berpengalaman yang mencari cara untuk meningkatkan operasi Anda? Artikel ini akan menjadi panduan berharga bagi Anda. Mari kita jelajahi bersama pengelolaan fasilitas yang sukses, berdasarkan pengalaman nyata telah saya alami selama karir panjang saya di bidang facility management.

Dalam artikel ini, saya akan membagikan wawasan berharga tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) esensial yang setiap facility manager perlu kuasai. Pengetahuan ini bukan hanya teori belaka, melainkan hasil dari pengalaman langsung menangani berbagai tantangan dan situasi di lapangan. Saya telah menyaksikan bagaimana SOP yang tepat dapat mengubah kekacauan menjadi harmoni, meningkatkan produktivitas, dan bahkan menghemat jutaan dalam biaya operasional.

Pengelolaan fasilitas perkantoran yang efektif dan efisien membutuhkan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang terstruktur. Seorang facility manager bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua aspek operasional berjalan lancar, aman, dan nyaman bagi pengguna gedung. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan serangkaian Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mencakup berbagai aspek pengelolaan fasilitas. Artikel ini akan membahas SOP minimum yang perlu dimiliki oleh seorang facility manager, yang meliputi tiga kategori utama: general management, soft service, dan hard service.

General Management

General management mencakup aspek-aspek umum dalam pengelolaan fasilitas perkantoran. Beberapa SOP yang perlu dimiliki dalam kategori ini antara lain:

1. Manajemen Kontrak dan Vendor Prosedur ini mengatur proses pemilihan, evaluasi, dan pengelolaan vendor atau kontraktor. SOP ini harus mencakup kriteria seleksi, proses tender, negosiasi kontrak, dan evaluasi kinerja vendor.

2. Manajemen Risiko dan Kepatuhan SOP ini berkaitan dengan identifikasi, penilaian, dan mitigasi risiko yang terkait dengan operasional fasilitas. Prosedur ini juga harus mencakup kepatuhan terhadap peraturan dan standar yang berlaku.

3. Manajemen Komunikasi Prosedur ini mengatur alur komunikasi antara facility manager, staf, pengguna gedung, dan pemangku kepentingan lainnya. SOP ini harus mencakup metode komunikasi, frekuensi, dan prosedur eskalasi masalah.

 

Soft Service

Soft service meliputi layanan yang berhubungan langsung dengan kenyamanan dan kepuasan pengguna gedung. Beberapa SOP yang perlu dimiliki dalam kategori ini antara lain:

1. Kebersihan dan Sanitasi SOP ini harus mencakup jadwal pembersihan rutin, prosedur pembersihan khusus, dan standar kebersihan yang harus dipenuhi. Prosedur ini juga harus membahas penggunaan bahan pembersih dan peralatan yang tepat.

2. Keamanan Prosedur keamanan harus mencakup kontrol akses, patroli keamanan, penanganan situasi darurat, dan pengoperasian sistem keamanan elektronik. SOP ini juga harus membahas prosedur pelaporan insiden keamanan.

3. Resepsionis dan Layanan Tamu SOP ini mengatur prosedur penyambutan tamu, penanganan pertanyaan dan keluhan, serta manajemen ruang pertemuan. Prosedur ini harus mencakup standar layanan pelanggan yang harus dipatuhi oleh staf front office.

4. Manajemen Parkir Prosedur ini mengatur sistem parkir, termasuk alokasi tempat parkir, pengelolaan tiket parkir, dan pemeliharaan area parkir. SOP ini juga harus mencakup penanganan situasi darurat di area parkir.

 

Hard Service

Hard service berkaitan dengan pemeliharaan dan pengelolaan infrastruktur fisik dan sistem teknis gedung. Beberapa SOP yang perlu dimiliki dalam kategori ini antara lain:

1. Pemeliharaan Preventif SOP ini harus mencakup jadwal pemeliharaan rutin untuk semua peralatan dan sistem utama gedung, seperti HVAC, listrik, dan plumbing. Prosedur ini harus menjelaskan langkah-langkah pemeliharaan, frekuensi, dan dokumentasi yang diperlukan.

2. Manajemen Perbaikan dan Pemeliharaan Korektif Prosedur ini mengatur proses penanganan permintaan perbaikan, prioritisasi tugas, dan pelaksanaan perbaikan. SOP ini harus mencakup sistem pelacakan permintaan layanan dan prosedur eskalasi untuk masalah yang kompleks.

3. Manajemen Aset SOP ini berkaitan dengan inventarisasi, pelacakan, dan pemeliharaan aset gedung. Prosedur ini harus mencakup sistem pelabelan aset, pembaruan inventaris, dan perencanaan penggantian aset.

Bisa disimpulkan, Standar Operasional Prosedur (SOP) yang komprehensif dan terstruktur merupakan fondasi penting bagi seorang facility manager dalam mengelola fasilitas perkantoran secara efektif. Dengan memiliki SOP yang mencakup aspek general management, soft service, dan hard service, facility manager dapat memastikan operasional yang lancar, meningkatkan kepuasan pengguna gedung, dan mengoptimalkan kinerja fasilitas.

 

Penting untuk diingat bahwa SOP bukanlah dokumen statis. Facility manager harus secara berkala meninjau dan memperbarui prosedur ini untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya dalam menghadapi perubahan kebutuhan dan teknologi. Dengan pendekatan yang sistematis dan proaktif terhadap pengelolaan fasilitas, seorang facility manager dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan produktif bagi semua pengguna gedung.

Semoga bermanfaat!

Jumat, 18 Oktober 2024

4 Hal yang perlu dilakukan Facility Manager untuk menuju Net-Zero Carbon

Perubahan iklim adalah ancaman nyata yang kita hadapi saat ini. Untuk mengatasi masalah ini, dunia berkomitmen untuk mencapai net-zero carbon, yaitu keadaan di mana emisi gas rumah kaca yang dihasilkan seimbang dengan yang diserap. Dalam upaya ini, manajemen fasilitas memiliki peran yang sangat krusial. Bagaimana caranya? Yuk, kita bahas lebih lanjut!

Sektor properti dan bangunan menyumbang porsi yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca global. Hal ini disebabkan oleh konsumsi energi yang tinggi untuk pemanasan, pendinginan, pencahayaan, dan operasional gedung lainnya. Tantangan utama yang dihadapi dalam mencapai net-zero carbon di sektor ini adalah:

·       Infrastruktur yang sudah ada: Banyak bangunan yang dibangun dengan desain yang kurang efisien energi.

·       Tingkat kesadaran yang beragam: Tidak semua pihak terkait, termasuk pemilik gedung, penyewa, dan pengelola fasilitas, memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya keberlanjutan.

·       Biaya investasi awal yang tinggi: Mengubah sistem menjadi lebih efisien energi seringkali membutuhkan investasi yang besar.

Bagaimana kita sebagai Facility Manager bisa membantu untuk mencapai Net-Zero Carbon?

Berikut 4 hal yang bisa dilakukan oleh Facility Manager:

1. Efisiensi Energi. Melakukan aktivitas untuk menemukan cara efisiensi energi. Antara lain:

    - Melakukan Audit Energi. Bekerjasama dengan pihak lain atau melakukan audit energi sederhana untuk mengidentifikasi area-area yang boros energi.

    - Optimasi penggunaan energi: Mengatur jadwal pemakaian energi secara efektif, misalnya mematikan lampu dan peralatan yang tidak digunakan.

    - Teknologi hemat energi. Bekerjasama dengan pihak konsultan untuk membuatkan Analisa perhitungan implementasi teknologi hemat energi seperti lampu LED, sistem HVAC yang efisien, dan sensor gerakan. 

2. Mobilitas Berkelanjutan. Membuatkan usulan yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan kendaraan Pribadi. Antara lain:

    - Fasilitas transportasi umum: Menyediakan fasilitas transportasi umum yang mudah diakses bagi karyawan dan pengunjung.

    - Fasilitas sepeda: Menyediakan fasilitas parkir sepeda dan jalur sepeda.

    - Program carpooling: Mendorong karyawan untuk menggunakan kendaraan bersama.

3. Keterlibatan Karyawan. Memastikan semua karyawan aktif mencapai net-zero carbon.

    - Edukasi: Bekerja sama dengan pihak konsultan, pengajar, dan/atau tenaga ahli untuk memberikan edukasi kepada karyawan tentang pentingnya keberlanjutan dan cara berkontribusi.

    - Program insentif: membuatkan usulan ke manajemen untuk memberikan insentif kepada karyawan yang terlibat aktif dalam program-program keberlanjutan.

4. Pengelolaan Limbah. Membuat program pengelolaan limbah:  

    - Pengurangan limbah. Bekerjasama dengan manajemen untuk membuat program mengurangi pemakaian plastic atau bahan sekali pakai.

    - Pengelolaan limbah yang efektif. Membuatkan program pemilahan sampah dengan memastikan tempat sampah sudah terbagi menjadi beberapa kategori: organic, non-organik dan daur ulang, serta memperhitungkan sampah berdasarkan kategori di setiap akhir bulan untuk Analisa perilaku karyawan. 

Manfaat Mencapai Net-Zero Carbon. 3 hal utama yang diharapkan dengan melakukan hal-hal di atas adalah:

1.       Penghematan biaya: Mengurangi tagihan energi dan biaya operasional lainnya.

2.       Meningkatkan produktivitas karyawan: Lingkungan kerja yang sehat dan berkelanjutan dapat meningkatkan produktivitas karyawan.

3.       Memperkuat reputasi perusahaan: Menunjukkan komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan.

Tentunya, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana mencari materi untuk mempelajari mengenai net zero carbon ini? Beberapa di antaranya adalah:

·       Website: https://www.gbcindonesia.org/ (website untuk green building council Indonesia)

·       Website: https://www.usgbc.org/ (website untuk US green building council).

·       Belajar online: https://www.udemy.com/

·       Dan lainnya.

Kesimpulan

Facility Manager memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan net-zero carbon. Dengan menerapkan berbagai strategi yang telah disebutkan di atas, kita dapat menciptakan bangunan yang lebih efisien, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Mari bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

Semangat!

Selasa, 01 Oktober 2024

Yuk, Optimalkan Risk Register Anda Sekarang Juga! Lakukan follow-up aktif untuk Risk Register

Punya risk register tapi risiko tetap terjadi? Jangan-jangan Anda juga mengalaminya! Banyak Facility Manager yang abai pada follow-up risk register, sehingga risiko yang sudah diidentifikasi pun tetap mengancam. Yuk, cari tahu mengapa hal ini sering terjadi dan bagaimana solusinya.

 

Saya yakin, para Facility Manager sudah melakukan tugasnya dengan melakukan risk assessment, membuatkan risk register serta melaporkan kepada management. Tentunya, karena ini adalah risk register, artinya ada risiko selama hal-hal yang dituliskan dalam risk register tidak diselesaikan, artinya, pekerjaan Facility Manager belum selesai.

 

Saya perlu ingatkan juga, bahwa minimal ada 4 Risiko yang Terjadi Akibat Kurangnya Follow-Up, berupa:  

1.       Kerugian finansial: Kerusakan aset, biaya perbaikan yang tinggi, dan penurunan produktivitas akibat gangguan operasional.

2.       Kerusakan reputasi: Kejadian yang tidak diinginkan dapat merusak citra perusahaan di mata pelanggan, investor, dan masyarakat.

3.       Gangguan kesehatan dan keselamatan untuk karyawan: Kondisi kerja yang tidak aman dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

4.       Tuntutan hukum: Perusahaan dapat menghadapi tuntutan hukum jika terjadi kecelakaan atau kerugian yang disebabkan oleh kelalaian dalam mengelola risiko.

Adapun berdasarkan pengalaman saya, Hal-hal yang Membuat Follow-Up Sering Terlewatkan itu antara lain adalah:

Dari sisi Facility Manager:

·       Beban kerja yang tinggi: Tugas dan tanggung jawab yang banyak membuat facility manager kewalahan.

·       Kurangnya prioritas: Facility Manager tidak memberikan prioritas follow-up untuk risk register yang telah dilaporkan kepada manajemen.  

·       Kurangnya sumber daya: Facility Manager mungkin tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk operasional, sehingga terlewat dalam melakukan follow-up secara efektif.

·       Kurangnya kesadaran akan pentingnya risiko: Facility Manager mungkin belum sepenuhnya memahami pentingnya mengelola risiko.


Dari sisi Manajemen Perusahaan:

·       Kurangnya prioritas: Manajemen mungkin tidak menganggap risk register yang dilaporkan sebagai prioritas utama, sehingga tidak memberikan jawaban & solusi terkait dengan risk register yang dilaporkan.

·       Kurangnya keterlibatan manajemen: Manajemen mungkin tidak terlibat secara aktif dalam proses manajemen risiko, sehingga tidak memberikan umpan balik atau arahan yang jelas kepada facility Manager.

·       Kurangnya sistem pelaporan yang efektif: Tidak adanya sistem pelaporan yang jelas dan terstruktur membuat facility manager kesulitan dalam menyampaikan hasil follow-up kepada manajemen.

·       Perubahan prioritas organisasi: Perubahan prioritas organisasi dapat menyebabkan manajemen mengalihkan fokus mereka dari manajemen risiko ke hal-hal lain yang dianggap lebih mendesak.

 

Untuk para Facility Manager, saya menyarankan untuk minimal melakukan hal-hal berikut dalam melakukan follow up dengan manajemen:

1.       Komunikasi aktif dengan manajemen untuk mengingatkan risiko yang mungkin terjadi jika risk register tidak ditindaklanjuti.

2.       Lakukan eskalasi dengan mengkomunikasikan risiko ini kepada Tingkat manajemen yang lebih tinggi.

3.       Memastikan komunikasi dilakukan secara tertulis (dalam bentuk email) atau laporan tertulis yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait dengan risiko di Perusahaan.

4.       Memastikan laporan risk register dilengkapi dengan potensi risiko, cara perbaikan, dan estimasi biaya vs. potensi kerugian yang akan terjadi. Sehingga manajemen bisa membuat Keputusan segera.

5.       Buatkan laporan secara rutin minimal dalam 1 minggu sekali kepada manajemen dan pihak terkait.

 

Kesimpulan

Follow-up pada risk register adalah langkah krusial dalam manajemen risiko. Dengan melakukan follow-up secara teratur, Facility Manager dapat memastikan risiko telah dikomunikasikan, dan jika diselesaikan, maka Perusahaan akan terhindar dari kerugian secara finansial, operasional dan reputasi. Ingat, pencegahan selalu lebih baik daripada penyesalan.

Semoga bermanfaat.

Selasa, 17 September 2024

Mengenal Konsep Risk Register dalam Industri Facility Management: Langkah Proaktif untuk Mengelola Risiko (Bagian 2 dari 2)

Melanjutkan tulisan sebelumnya, risiko yang perlu diketahui oleh Facility Manager dalam mengelola fasilitas adalah:

4. Risiko Manajemen Vendor. Seorang Facility Manager perlu mengenai vendor apa saja yang mendukung operasional mereka. Untuk meminimalkan risiko dari vendor, seorang FM perlu melakukan:

  • Memastikan adanya perjanjian kerja yang menuliskan secara jelas ruang lingkup kerja dan standar kinerja oleh vendor.
  • Memastikan karyawan dari vendor memiliki kualifikasi yang jelas sesuai bidangnya, jika perlu, mempunyai Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang menjelaskan bahwa karyawan tersebut tidak mempunyai catatan kejahatan.
  • Melakukan evaluasi secara rutin untuk jenis pekerjaan yang dilakukan vendor, minimal 1x per bulan (atau disesuaikan dengan ruang lingkup).
  • Memastikan memiliki daftar periksa/check list, prosedur operasional, form serah terima pekerjaan untuk setiap pekerjaan yang dilakukan oleh vendor.

 

5. Risiko Finansial. Risiko finansial umumnya terkait dengan adanya perbaikan tidak terduga pada fasilitas tersebut. Seorang FM umumnya sudah mempunyai perkiraan biaya yang akan dikeluarkan dalam periode minimal 1 tahun. Untuk meminimalkan risiko bengkaknya anggaran, bisa dilakukan hal berikut:

  • Memastikan anggaran dibuat secara akurat dan komprehensif, dengan mempertimbangkan semua biaya operasional dan pemeliharaan. Bisa menggunakan referensi dari biaya perbaikan di tahun sebelumnya, atau mengundang vendor untuk memberikan estimasi perbaikan di tahun tersebut.
  • Membuatkan estimasi dana darurat untuk mengatasi biaya tak terduga atau keadaan darurat, umumnya bisa dibuatkan 10-20% dari total estimasi biaya.
  • Melakukan evaluasi dan analisis pengelauran secara berkala, minimal setiap 3 bulan, untuk mengidentifikasi potensi peluang penghematan biaya atau adanya biaya tambahan.
  • Melakukan pemeriksaan peralatan/mesin secara komprehensif untuk memastikan bahwa peralatan/mesin yang ada layak pakai. Jika ada potensi kerusakan, agar segera dilaporkan secara rinci untuk memastikan manajemen mempersiapkan dana tambahan (jika disetujui).

 

6. Risiko Reputasi. Reputasi dari perusahaan tergambar bagaimana fasilitas tersebut dikelola. Tantangan dari Facility Manager adalah untuk menjaga reputasi Perusahaan tersebut, contoh reputasi adalah:

  • Response dari team FM kepada para pelanggan. Penting untuk team FM memberikan response yang baik kepada para pelanggan saat mereka berinteraksi dengan pelanggan di jam kerja. Perlu adanya Latihan secara rutin mengenai salam, memberitahukan adanya pekerjaan, dan lainnya.
  • Perlindungan keamanan dan keselamantan terkait dengan area kerja dan pelanggan. Memastikan area kerja dalam kondisi aman, memasang tanda hati-hati yang mudah terlihat dan memperingatkan karyawan atau pelanggan jika melewati area kerja (jika perlu).
  • Gangguan operasional. Fasilitas yang tidak terpelihara bisa menjadi risiko reputasi karena saat ini, banyak hal bisa diungguh ke dalam social media. Pastikan fasilitas dalam kondisi baik setiap hari.

7. Risiko Lingkungan. Di era modern ini, memelihara lingkungan menjadi salah satu tanggung jawab utama dalam pengelolaan fasilitas, contoh: pengendalian pembuangan limbah terhadap daerah sekitar fasilitas dan memastikan kondisi udara dalam fasilitas terjaga. Hal-hal lainnya yang perlu dijaga adalah:

  • Mempersiapkan metode konsumsi energi yang lebih ramah lingkungan. Penggunaan sumber energi terbarukan adalah kunci menuju masa depan yang lebih bersih.
  • Mengadopsi teknologi dan proses hemat energi untuk mengurangi konsumsi energi dan jejak karbon, misalnya tenaga angin, panel surya, atau baterai.
  • Mengikuti perkembangan peraturan lingkungan dan praktik terbaik industri untuk memastikan fasilitas memenuhi persyaratan yang ada.

 

8. Risiko Keamanan Siber. Umumnya, Facility Manager akan bekerja sama dengan team IT untuk memastikan keamanan data terjaga. Serangan siber di era kencangnya pemakaian AI (Artificial Intelligence) pun semakin cerdas, sehingga belum pernah ada kekhawatiran yang lebih besar di industri yang memiliki begitu banyak data sensitif yang dipertaruhkan. Beberapa metode untuk mencegah pelanggaran sistem mencakup langkah-langkah berikut.

 

Demikian 8 kategori risiko dalam facility management yang terbagi dalam 2 tulisan ini, tanggung jawab seorang FM adalah memastikan bahwa semua risiko tersebut sudah dievaluasi dan jika ada, tercatat dalam risk register.

Semangat!

Source: https://www.businessfirstonline.co.uk/advice/8-common-risks-in-the-facilities-management-sector/

Senin, 16 September 2024

Mengenal Konsep Risk Register dalam Industri Facility Management: Langkah Proaktif untuk Mengelola Risiko (Bagian 1 dari 2)

Apakah Anda ingin menjaga operasional fasilitas Anda tetap berjalan lancar tanpa terjebak dalam situasi tak terduga? Mungkin Anda perlu mengenal Risk Register. Risk Register adalah alat yang sangat efektif dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko dalam industri Facility Management. Dengan menggunakan Risk Register, Anda dapat dengan mudah mengidentifikasi risiko potensial yang mungkin timbul di fasilitas Anda dan mengambil tindakan yang tepat untuk memitigasi risiko tersebut.

Saya sudah menuliskan mengenai risk register sebelumnya. Untuk tulisan ini, saya akan perjelas, apa saja yang perlu dipertimbangkan sebagai resiko, sehingga dimasukkan kedalam daftar risk register.

Menurut Business First (https://www.businessfirstonline.co.uk/ ) ada 8 Risiko Umum di Sektor Facility Management (FM). Berikut penjelasannya serta apa yang perlu dicatat sebagai seorang FM saat mekukan evaluasi terhadap fasilitas:

1. Risiko Compliance. Memastikan peraturan sudah diterapkan dan prosedur dibuat serta diikuti dalam fasilitas yang dikelola. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk memenuhi risiko Compliance adalah: 

  • Ethical Business Practices. Memastikan bahwa kode etik perusahaan dipromosikan serta para karyawan mengetahui mengenai kode etik ini, contoh: ketentuan anti korupsi, maksimal jam kerja per hari/minggu dan lainnya.
  • Health & Safety Compliance. Memastikan peraturan terkait Health & Safety sudah diketahui dan diikuti, contoh: jalur evakuasi, peletakan alat pemadam api ringan, larangan untuk merokok, dan lainnya.
  • Vendor Compliance. Memastikan vendor yang bekerja memenuhi standar Perusahaan, contoh: mempunyai ijin kerja, memiliki kontrak kerja dengan para karyawan, mempekerjaan karyawan sesuai dengan umur, dan lainnya.
  • Data Protection & Privacy Compliance. Memastikan data dari pekerjaan terjaga dengan laptop yang menggunakan kata sandi, masing-masing karyawan mengetahui batas Pribadi area kerja, dan lainnya.
  • Building Code Compliance. Seorang FM umumnya akan mempunyai data mengenai fasilitas dalam bentuk as build drawing, daftar material pemeliharaan, daftar nama vendor yang melakukan perbaikan, renovasi terhadap fasilitas, dan lainnya. 
  • Environmental Compliance. Jika sudah menerapkan kantor yang ramah lingkungan, maka perlu dibuatkan prosedur untuk memastikan aktivitas yang dilakukan di kantor memenuhi standar tersebut, contoh: membagi sampah daur ulang, plastic, makanan, dan lainnya.

2. Risiko Health & Safety. Setelah memastikan compliance terkait health & safety, maka setiap FM memiliki tugas untuk melindungi kesehatan dan keselamatan karyawan dan pelanggan di area fasilitas tersebut. Hal ini juga berlaku jika ada kontraktor/vendor ketika bekerja di fasilitas tersebut. Facility Manager bisa melakukan hal-hal berikut untuk meminimalkan risiko health & safety: 

  • Membiasakan aktivitas terkait keselamatan; tool box meeting minimal sekali per minggu dengan seluruh team FM.
  • Melakukan penilaian risiko secara rutin, minimal sekali per bulan dengan melakukan inspeksi terhadap fasilitas.
  • Memastikan adanya pelatihan rutin kepada staf tentang protokol keselamatan dan prosedur darurat.
  • Menyimpan catatan insiden, kejadian nyaris celaka, dan inspeksi keselamatan secara akurat.

3. Risiko Operasional. Facility Manager wajib mengenai risiko operasional di area fasilitas. Hal-hal yang perlu ada yaitu: 

  • Jadwal pertemuan rutin. Aktivitas pertemuan dengan team operasional, contoh: setiap hari untuk team cleaning service, technician, dan lainnya. Weekly meeting untuk operasional termasuk vendor, administrasi dan jadwal pemeliharaan. Monthly meeting untuk evaluasi operasional termasuk masalah yang belum selesai, pembelian sparepart, hubungan dengan department lainnya, dan seterusnya.
  • Program pemeliharaan preventif (PPM – plan preventive maintenance). Program ini perlu dibuatkan jadwal selama 1 tahun lengkap dengan aktivitas serta team yang akan mengerjakan, baik internal ataupun vendor.
  • Escalation Chart. Daftar eskalasi terkait siapa saja yang perlu dihubungi untuk pengambilan Keputusan serta menyelesaikan masalah. Daftar eskalasi ini termasuk vendor yang bisa membantu memperbaiki jika ada kerusakan di fasilitas.
  • Daftar mesin backup dan/atau spare part backup untuk peralatan penting di fasilitas tersebut. 

Masih ada 5 risiko yang perlu diketahui oleh seorang FM yang saya akan jelaskan di tulisan selanjutnya.

Semangat!

Source: https://www.businessfirstonline.co.uk/advice/8-common-risks-in-the-facilities-management-sector/

Minggu, 15 September 2024

Business Continuity Plan: Lindungi Aset Anda dari Ancaman Tak Terduga


Di bulan April 2024, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Trenggalek, Jawa Timur, mencatat bencana alam banjir dan tanah longsor berdampak langsung terhadap ribuan warga di delapan kecamatan. Dampak paling parah terjadi di Kecamatan Munjungan. Kepala BPBD Trenggalek Stefanus Triadi Atmono mengatakan, bencana banjir terjadi 18 desa yang tersebar di delapan kecamatan. Yakni Kecamatan Trenggalek, Pogalan, Karangan, Gandusari, Kampak, Watulimo, Munjungan dan Kecamatan Panggul. Ketinggian banjir di kawasan permukiman antara 50 cm hingga 1,5 meter. Tak hanya kawasan permukiman, banjir juga menggenangi sejumlah sekolah dan fasilitas umum hingga perkantoran pemerintah sehingga fasilitas tersebut tidak dapat digunakan.

 

Bencana alam adalah contoh umum untuk menggambarkan terhentinya fasilitas. Banyak hal bisa terjadi yang menyebabkan terhentinya fasilitas dan mengancam usaha perusahaan. Ancaman-ancaman berupa bencana alam, kebakaran, atau gangguan system yang parah bisa datang kapan saja dan tanpa peringatan, mengancam kelangsungan fasilitas anda. Untuk menghadapi situasi seperti ini, sebagai seorang Facility Manager (FM), anda membutuhkan rencana yang matang, yaitu dinamakan Business Continuity Plan (BCP) atau Rencana Keberlangsungan Bisnis (RKB).

BCP dalam Manajemen Krisis Fasilitas

Business Continuity Plan (BCP) adalah dokumen komprehensif yang berisi langkah-langkah sistematis yang akan diambil oleh suatu organisasi untuk memastikan kelangsungan operasionalnya ketika terjadi gangguan atau krisis, termasuk bencana alam. BCP tidak hanya fokus pada pemulihan fisik fasilitas, tetapi juga mencakup pemulihan sistem informasi, rantai pasok, dan sumber daya manusia.

FM adalah bagian penting dari persiapan BCP bersama dengan fungsi penting lainnya dalam perusahaan.

Mengapa BCP itu Penting?

BCP adalah blueprint atau peta jalan yang akan memandu Perusahaan secara keseluruhan termasuk FM dalam menghadapi krisis. Dengan memiliki dokumen BCP yang teruji, Perusahaan dapat:

  • Meminimalkan dampak negatif: BCP membantu mengurangi kerugian finansial, kerusakan reputasi, dan gangguan operasional yang disebabkan oleh krisis.
  • Mempercepat pemulihan: BCP memberikan panduan langkah demi langkah untuk memulihkan bisnis Anda secepat mungkin.
  • Meningkatkan kepercayaan stakeholder: BCP menunjukkan komitmen Anda terhadap keberlangsungan bisnis dan kepuasan pelanggan.
  • Memenuhi persyaratan regulasi: Beberapa industri memiliki persyaratan khusus terkait BCP.

Komponen Utama BCP

  • Analisis Risiko: Identifikasi semua potensi ancaman yang dapat mengganggu bisnis Anda, baik dari dalam maupun luar perusahaan.
  • Tim Tanggap Darurat: Bentuk tim yang terdiri dari berbagai departemen untuk merespons insiden dengan cepat dan efektif.
  • Prosedur Evakuasi: Tetapkan prosedur evakuasi yang jelas dan latihan secara berkala untuk memastikan semua karyawan mengetahui apa yang harus dilakukan dalam keadaan darurat.
  • Penyimpanan Data: Simpan data penting secara berkala dan simpan salinannya di tempat yang aman, baik secara fisik maupun digital.
  • Fasilitas Cadangan: Identifikasi fasilitas cadangan yang dapat digunakan untuk melanjutkan operasional sementara.
  • Pemulihan Sistem Informasi: Buat rencana untuk memulihkan sistem informasi yang rusak, termasuk server, jaringan, dan data.
  • Komunikasi: Tetapkan saluran komunikasi yang efektif untuk menjaga komunikasi antara manajemen, karyawan, pelanggan, dan pihak terkait lainnya.
  • Pemulihan Rantai Pasok: Identifikasi pemasok alternatif dan buat rencana untuk memastikan ketersediaan bahan baku dan komponen yang dibutuhkan.
  • Komunikasi: Tetapkan saluran komunikasi yang efektif untuk menjaga komunikasi antara manajemen, karyawan, pelanggan, dan pihak terkait lainnya.
  • Pemulihan Rantai Pasok: Identifikasi pemasok alternatif dan buat rencana untuk memastikan ketersediaan bahan baku dan komponen yang dibutuhkan.

Tips Membuat BCP yang Efektif

  • Libatkan seluruh departemen: Pastikan semua departemen terlibat dalam pembuatan BCP agar rencana tersebut komprehensif dan realistis.
  • Lakukan latihan simulasi secara berkala: Latihan simulasi akan membantu mengidentifikasi kekurangan dalam rencana dan meningkatkan kesiapan tim tanggap darurat.
  • Tinjau dan perbarui BCP secara rutin: Lingkungan bisnis selalu berubah, sehingga BCP perlu ditinjau dan diperbarui secara berkala.
  • Komunikasikan BCP kepada seluruh karyawan: Pastikan semua karyawan memahami peran mereka dalam RKB.

BCP adalah program Perusahaan, umumnya dipimpin oleh tenaga ahli di bidang manajemen resiko. Seorang FM perlu mengetahui BCP dari Perusahaan sehingga bisa secara aktif mempersiapkan porsi FM. BCP adalah investasi yang sangat penting bagi setiap perusahaan. Dengan memiliki BCP yang teruji, Perusahaan dapat melindungi aset perusahaan, menjaga reputasi, dan memastikan kelangsungan bisnis dalam jangka panjang. 

Semangat!



Sabtu, 07 September 2024

Kendala AC Backup - Mengelola Fasilitas dengan Risk Register

Di salah satu ruang server di fasilitas perusahaan yang umumnya memiliki AC Backup, terjadi kerusakan AC dan baru diketahui bahwa saat AC Utama Rusak, ternyata AC Backup juga rusak, sehingga suhu pada ruang server naik dan menyebabkan alarm. Setelah insiden, kerusakan AC Backup pernah diinformasikan secara verbal dan tidak tercatat di risk register.

Kejadian di atas adalah salah satu kejadian yang SANGAT dihindari oleh para para facility manager, yaitu terjadi insiden dan tidak memiliki catatan mengenai potensi insiden tersebut di risk register.

Pentingnya Risk Register dalam Facility Management: Risk register adalah alat penting untuk team FM (Facility Management) untuk mengelola risiko dengan cara yang terarah dan terkontrol.

Berikut adalah lima alasan penting perlu adanya risk register dalam pengelolaan fasilitas oleh team FM:

  1. Identifikasi Risiko: Risk register memungkinkan team FM untuk mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi dalam operasional fasilitas. Dalam contoh kasus AC backup yang gagal, jika ada risk register yang efektif, kerusakan atau gangguan pada AC backup akan teridentifikasi segera. Dengan mengetahui risiko tersebut, team FM dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat, seperti pemeliharaan rutin atau penggantian komponen yang aus, untuk menghindari kegagalan sistem saat diperlukan.
  2. Pengendalian Risiko: Dengan adanya risk register, team FM dapat mengelola risiko dengan lebih efektif. Risiko yang sudah diidentifikasi dapat dianalisis dan dievaluasi untuk menentukan tingkat urgensi dan prioritas tindakan yang harus diambil. Team FM dapat mengembangkan strategi yang efisien untuk mengendalikan risiko, termasuk alokasi sumber daya, perencanaan pemeliharaan, atau perbaikan sistem yang memadai.
  3. Pencegahan Kerugian: Risk register membantu team FM untuk menghindari kerugian finansial atau operasional yang tidak perlu yang perlu dipertanggungjawabkan ke pihak manajemen. Dengan mengidentifikasi risiko potensial sebelum terjadinya insiden, team FM dapat mengambil tindakan pencegahan yang memadai. Dalam kasus AC backup yang gagal, team FM dapat melakukan perbaikan segera dan pengujian berkala pada sistem untuk memastikan kinerjanya yang optimal. Hal ini akan mencegah kerugian akibat pemadaman layanan atau kerusakan pada peralatan sensitif terhadap suhu.
  4. Kontinuitas Operasional: Risk register membantu team FM menjaga kontinuitas operasional fasilitas mereka. Dengan mengetahui dan mengelola risiko dengan baik, team FM dapat mencegah gangguan yang dapat menghentikan operasional. Dalam contoh kasus AC backup yang gagal, dengan risk register, team FM dapat melakukan perbaikan tepat waktu dan menjaga suhu yang nyaman di dalam gedung yang essential bagi produktivitas dan kepuasan karyawan.
  5. Peningkatan Efisiensi: Melalui risk register, team FM dapat mengidentifikasi area-area yang rentan terhadap risiko dan mengambil tindakan preventif yang tepat. Hal ini akan membantu meningkatkan efisiensi operasional fasilitas, mengurangi downtime, dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan.

Kesimpulan: Risk register adalah instrumen yang penting dalam manajemen fasilitas yang membantu team FM untuk menghadapi berbagai risiko dengan lebih terarah. Melalui risk register, team FM dapat mengidentifikasi risiko potensial dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan untuk menghindari insiden yang dapat mengganggu operasional fasilitas.

Dalam kasus gagalnya mengidentifikasi kerusakan AC backup, risk register dapat membantu identifikasi risiko pada sistem tersebut dan mengadopsi langkah-langkah perawatan atau penggantian komponen yang tepat waktu. Dengan demikian, membuat risk register yang efektif adalah langkah penting untuk memastikan pengelolaan yang baik, efisiensi, dan kenyamanan dalam operasional fasilitas.

Untuk anda para facility manager, pastikan selalu melakukan evaluasi rutin terhadap risk register di fasilitas anda, minimal 1x per bulan.

Semoga bermanfaat! 

4 Hal Penting Procurement dalam Facility Management

Dalam mengelola fasilitas, kita sebagai Facility Manager akan terhubung dengan vendor yang mendukung fasilitas tersebut. Pastinya, mengelola...